Air mancur menari di depan pelataran Hotel Wynee |
Tidak
sulit rasanya untuk menentukan tujuan backpacking setelah petualangan
tiga negara yang telah saya lakukan. Rute
Makau – Hong Kong sudah menjadi target saya selanjutnya. Ketika
bola salju sudah bergulir, energi kinetiknya akan membuatnya semakin
besar dan semakin cepat. Hal itu adalah filosofi. sekecil apa pun
gagasan yang kita realisasikan menjadi sebuah tindakan, hal tersebut
akan mengarahkan kita kepada tujuan yang lebih besar dari sebelumnya.
Kalau masih merasa sulit menginjakkan kaki ke daratan eropa,
setidaknya kenapa kita tidak mulai dulu dengan mengujungi negara
terdekat saja. Yang terpenting adalah AKSI. Pada perjalanan ini saya
kembali menapaki tangga-tangga impian menuju benua biru.
“Lo udah nuker valas, dek?”
“Belum”
“Trus udah packing?”
“Belum juga”
“zzzzzz”
Itu
adalah sepotong percakapan saya dengan adik menjelang hari
keberangkatan. Rencananya saya tidak akan sendirian menaklukkan dua
negara Makau dan Hong Kong. Sebenarnya tidak tepat juga dikatakan
negara, karena nama destinasi yang sebelumnya saya sebutkan ternyata
masih bagian dari Republik Rakyat Cina yang diberikan kewenangan
untuk mempunyai bendera sendiri dan mata uang sendiri. Jadi nggak
ada bedanya dengan negara dalam negara. Mungkin seperti di Amerika
Serikat yang terdiri dari negara-negara bagian, tapi kewenangan Makau
dan Hong Kong lebih luas dari negara bagian di Amerika.
Gara-gara
persiapan adik yang buruk, kami hampir ketinggalan pesawat. Maklum
dia belum pernah ke luar negeri, apalagi yang namanya backpacking.
Dia pikir ini cuma jalan-jalan Jakarta – Bandung yang tanpa
persiapan pun tidak jadi masalah. Tapi setelah tahu apa akibat dari
kurangnya persiapan pada perjalanan kemarin, saya rasa dia sudah
‘tobat’ dan mengerti prinsip a good
traveler is a good planner. Ingat
perencanaan yang matang adalah suatu keharusan, apalagi kalau style
perjalanan yang kita lakukan adalah
backpacking. Satu-satunya cara untuk orang yang malas melakukan
persiapan adalah dengan membawa banyak UANG, haha...
Pesawat
yang akan membawa kami terbang ke Kuala Lumpur berangkat pukul 14.00.
Kami sengaja memilih penerbangan transit untuk meminimalkan damage
cost. Jadi rute penerbangan yang sudah
kami susun adalah Jakarta – Kuala Lumpur – Makau. Tiket Jakarta –
KL kami booked
beberapa bulan sebelumnya seharga Rp 500.000/ orang. Sedangkan untuk
KL – Makau kami dapat tiket seharga Rp 1.000.000/ orang. Pada
awalnya, saya berniat memesan penerbangan direct tapi karena saya
ingin menunjukkan keindahan negara-negara Asia Tenggara makanya rute
penerbangan kami menjadi Jakarta – Kuala Lumpur – Makau – Hong
Kong – Singapura – Jakarta. Wow, dengan sedikit modifikasi
itinerary
adik saya langsung mencicipi 4 negara sekaligus. Mantap!!! Untuk
penerbangan pulang rute Hong Kong – Singapura – Jakarta juga
tidak jauh berbeda dengan biaya pergi yaitu Rp 1.500.000/ orang.
“Lo sih kurang persiapan”
“Kenapa gak packing dari malam, sih”
“Kalau mandi makanya jangan kelamaan”
Kalau
ingat-ingat lagi kejadian waktu berangkat, rasanya seperti menghadapi
UAS pelajaran yang sangat sulit ditambah
malamnya belum belajar, haha...
Panik.. keringat dingin.. nafas terasa sesak...
Coba
bayangkan, 1 jam lagi diharuskan check-in tapi kami masih terjebak di
daerah kota gara-gara masih cari money
changer untuk tukar valas. Selain
dengan adik, saya benar-benar geram dengan Fauzi Bowo yang harusnya
bertanggung jawab atas kemacetan biadab di Jakarta. Kok bisa, ya,
Ibukota negara kualitas kehidupannya bisa serendah ini macam kampung.
Maklum sebelumnya saya sudah menikmati hari-hari indah tanpa macet di
Ibukota Thailand, Malaysia, dan Singapura. Jadi kalau teringat lagi
kemudahan dan kenyamanan tinggal di tiga negara tersebut jadi makan
ati tinggal di Jakarta. Nyahaha...
Taksi
terus merambat pelan mengarungi
simpul-simpul kemacetan Jakarta. Saya jadi tambah geram ketika supir
taksi pakai ada “acara” nyasar segala...
Grrrrrr...
Berkali-kali
saya bilang “cepetan, pak!”, “cepetan, pak!” kepada supir
dudul. Saya
bak kusir yang terus mencambuk kudanya
agar berlari kencang. Walaupun pembatas kecepatan berkali-kali
berbunyi, tak membuat saya berhenti bilang “LEBIIIIIIH CEPAAAAT
LAGIIIII”. Di dalam taksi saya sudah hampir give
up dengan berkata,
“udah gak keburu, nih”
“perginya
kapan-kapan aja lah”
“atau
lo masih punya duit untuk beli tiket penerbangan berikutnya ke KL,
gak?”
Adik saya cuma bisa diam.
Sungguh ajaib...
Tiba-tiba
saya merasa bersyukur dengan “ketidaksempurnaan” Indonesia.
Jadwal penerbangannya ternyata DELAY.
Yihaaaa...
Kita jadi berangkaaaaaaat... hahaha.... #ketawa puas
Setelah
melewati pintu pemeriksaan bagasi, kami
langsung duduk di ruang tunggu. Wow, luar biasa... ternyata
keterlambatannya benar-benar kelewatan. Saya saja masih sempat
tidur-tiduran dan bahkan sholat dzuhur dulu, wkwkwk...
Selang
beberapa saat, flight information
menunjukan kalau kami harus check-in.
Saatnya petualangan dimulai. Saya sudah pernah merasakan pergi via
terminal 1, terminal 2, dan kali ini
saya berkesempatan pergi melalui terminal 3 yang tergolong lebih baru
dari terminal 1 dan 2. Tapi fasilitasnya tetap tidak lebih keren. -.-
Nyahahaha....
Ruang tunggu terminal 3 Soekarno-Hatta |
Pesawat
touch down dengan
mulus di Bandara LCCT Kuala Lumpur. Kami punya rencana mengunjungi
pusat kota untuk foto-foto di menara kembar Petronas, namun setelah
melihat jadwal shuttle bus.
Kami mengurungkan niat karena takut terlambat ke bandara.
skip...
skip... skip... malam pun tiba. Saya sengaja menantang adik untuk
tidur di bandara dan akan ada tantangan-tantangan dari saya lainnya.
Sebab dia dengan enteng mau backpacking ke Thailand seorang diri.
Kalau dia berhasil lulus semua ujian yang saya berikan, saya akan
beri permission
untuk impiannya itu.
Yup,
memang benar tema jalan-jalan saya kali ini
bukan hanya untuk ambisi pribadi tetapi TRAINING
FOR A NEW BACKPACKER!!
Saya
harap akan lahir seorang backpacker setelah perjalanan ini berakhir.
B-)
Bandara LCCT Kuala Lumpur sangat sederhana. Saya akui tidak lebih
bagus dari Terminal internasional, eh, Bandara internasional Soekarno
– Hatta.
Cukup
sulit juga mencari tempat yang nyaman untuk tidur. Sambil mencari
tempat tidur, saya minta adik untuk duduk-duduk dulu di ruang tunggu
sambil saya tugaskan mempelajari itinerary
di Makau nanti. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan untuk mencari tempat untuk tidur yaitu, faktor
keamanan, kenyamanan, dan kebersihan. Sebagai negara Islam, tidak
sulit untuk mencari Masjid di Malaysia. Dan seperti kebanyakan Masjid
di Indonesia, kita juga bisa numpang tidur di sana. Sayang saya
membawa adik perempuan. Kebanyakan yang tidur di Masjid adalah
laki-laki jadi saya cari opsi lain selain Masjid.
Kembali
lagi ke ruang tunggu. Lihat-lihat sekeliling. Saya temukan spot
yang lumayan nyaman untuk tidur: tidak
banyak orang lalu-lalang jadi barang bawaan dapat mudah diawasi dan
cukup bersih. Namun biar bagaimana pun, tidur di bandara tidaklah
nyaman. Disinilah peran perlengkapan yang kita bawa agar bisa tidur
nyenyak seperti jaket untuk penahan dingin dan sleeping bag untuk
tidur di lantai. Karena adik persiapannya kacau, jadi dia pakai semua
comfort tools saya.
Semprul...
Pukul
05.00 pagi waktu setempat kita bangun untuk mempersiapkan penerbangan
selanjutnya. It’s time going to
Makau!!!
Touch down di LCCT Kuala Lumpur |
Wih,
akhirnya kami sampai di Makau. Tidak kebayang juga sih. Makau yang
selama ini saya cuma lihat di film-film Chow Yun Fat: God
of Gambler sekarang saya sudah bisa
menjejakkan kaki di sini. Bandara Internasional Makau dengan kode MFM
tidak begitu luas. Bisa dibilang sangat compact
untuk sebuah bandara internasional.
Tapi ukuran tidak menentukan kualitas. Walaupun kecil, fasilitas
bandara sangat lengkap bahkan di toilet ada keran air hangat juga.
Kereeeeen...
Ada suatu perasaan yang tiba-tiba menyeruak di hati. Ada suatu
perasaan cemas dan bingung...
“Mau
kemana ini..?”
“Naik
apa, ya..?”
“Aduh, bagaimana ini...”
Itulah
pertanyaan-pertanyaan yang melintas di kepala saat pertama kali ke
Bangkok dulu dan pertanyaan-pertanyaan itu terlintas lagi selama
beberapa detik di pikiran saya sebelum dengan cepat saya
lenyapkan. Sebagian besar petunjuk di Makau menggunakan bahasa
mandarin dan portugis. Bagi yang belum terbiasa menghadapi bahasa
selain inggris cukup membuat hati cemas, hahaha...
Saya
kemudian membaca kembali catatan yang ada. Untuk ke pusat kota
ternyata disediakan shuttle bus gratis.
Sebenarnya bis-bis itu diperuntukan untuk para tamu hotel atau
kasino, tapi di buku catatan penumpang lain pun diperbolehkan naik.
Kami
sejenak agak ragu mau naik bis yang berhenti di zona jemput, karena
sebagian besar berpakaian “turis berkoper”. Kami memutuskan untuk
naik bis umum saja. Saya lalu memeriksa papan informasi nomor bis
yang melewati pusat kota. Cukup lama kami menunggu di zona jemput.
Setidaknya ada 2-3 pesawat yang mendarat selama kami menunggu. Saya
pun kembali bertanya-tanya dan menebak-nebak apakah bis yang saya
cari melewati jalan lain. Usut punya usut, saya penasaran dengan
beberapa turis yang memilih berjalan. Mau kemana mereka. Saya cek di
peta memang di dekat bandara ada sebuah terminal. Wah, apa mungkin
kami harus naik bis dari terminal. Kami pun mengikuti orang-orang
itu. Sepanjang perjalanan kami melewati beberapa penduduk lokal. Kami
bermaksud untuk mengkonfirmasi letak terminal dengan bahasa inggris.
Tapi jawaban mereka sungguh di luar dugaan, “!#$*& wer wer wer”
disertai kibasan-kibasan tangan. Dari gelagatnya sih saya pikir dia
tidak tahu apa yang saya tanyakan. Lalu dengan sedikit memaksa saya
kembali meminta keterangan dengan memperlihatkan peta di tangan.
Kali
ini jawaban dia lebih luar biasa “&^$*@ kuik kuik kuik”
wah... susah juga ya kalau begini. Jadi saya tinggalkan saja dia dan
terus berjalan mengikuti insting. Fyi,
saya terpisah dari rombongan orang-orang gara-gara bertanya penduduk
tadi, jadi tinggal kami berdua kebingungan celingak-celinguk. Kami
terus jalan di tengah teriknya matahari. Setelah berjalan 10 menit
akhirnya kami sampai di terminal yang dimaksud. Disitu sudah berjejer
mobil maupun bis yang siap mengantar tamu hotel dan kasino. Dari jauh
saya lihat petugas menghitung tamu yang mau naik ke mobil. Saya
kembali cemas. Wah, sudah jauh-jauh jalan jangan-jangan angkutan
tersebut hanya untuk tamu. Saya lalu memberanikan diri dengan
bertanya ke petugas apakah ini hanya untuk tamu, dia bilang “no”.
Asiiiiiik....
Makau
negara yang tidak begitu luas. Mungkin
lebih luas kota Depok, wehehe... Hampir tidak ada tempat yang tidak
dimanfaatkan untuk pemukiman. Jadi terkesan sumpek dan kumuh.
Ditambah banyak bangunan tuanya, membuat Makau kurang begitu cantik.
Di Makau banyak sekali gang-gang sempit mirip di film-film Jacky
Chan. Perhatikan setiap tanda jalan kalau tidak mau kesasar. Sebagian
penduduk di Makau tidak berbahasa inggris, jadi menguasai peta is
a must untuk meminimalkan bertanya
kepada penduduk untuk mencari jalan. Kabar baiknya, cukup banyak
orang indonesia yang bekerja di Makau. Kalau diperhatikan di dalam
gang-gang itu akan kita temui warteg yang menjual masakan indonesia.
Saya sempat mencicipi masakan indonesia ala
Makau. Ternyata selain untuk makan,
warteg tersebut mempunyai ruang karaoke untuk kumpul-kumpul para
pekerja asal Indonesia di lantai 2.
Enaknya
jadi backpacker, eksplorasi kita tentang suatu tempat sangat luas.
Pertemuan dengan sesama orang indonesia, lalu menemukan tempat-tempat
menarik yang tersembunyi menjadi harta karun dari kegiatan
backpacking. Saya dan adik pernah nekat menelusuri gang-gang di
Makau. Pada awalnya saya juga tidak yakin akan kemana jalan-jalan
berliku ini membawa kami. Tak disangka jalan tersebut malah menuntun
kami untuk menemukan rerutuhan gereja yang sangat cantik. Itu belum
ditambah kegembiraan menemukan sebuah cafe terkenal enak seantero
Makau: Margareth Caffe e Natta.
Reruntuhan gereja (lupa namanya) |
Keindahan
Makau baru terlihat ketika malam tiba. Ribuan lampu kelap-kelip
menerangi jalan-jalan di Makau. Lampu-lampu ini berasal dari Kasino
dan Hotel. Bagi yang belum pernah mengunjungi kasino, sebaiknya
jangan melewatkan kesempatan ini selam berada di Makau karena di
sinilah pusat perjudian di Asia. Selama masuk kasino ada larangan
untuk mengambil gambar. Jadi kalau mau foto-foto lebih baik pakai
kamera handphone saja biar tidak ketahuan petugas. Oh, ya... Kalau ke
Makau sebaiknya sempatkan juga melihat air mancur menari di pelataran
hotel Wynee. Gratissss...
Satu lagi tempat yang tidak boleh dilewatkan adalah Venetian Resort
dan City of Dreams. Banyak objek wisata yang menarik di kedua komplek
kasino dan hotel terbesar di Makau itu.
Sebagai
penutup, saya mau memberikan informasi tentang mahalnya biaya hostel
di Makau. Dan periksa dengan cermat hari libur nasional setempat.
Saat berkunjung ke Makau kemarin, kami hampir tidur di jalan karena
semua hostel full booked. Sekalinya ada hostel yang available
tapi dengan harga Rp 1 juta/ malam
(mending gw nginep di four season jakarta). Gila Rp 1 juta/ malam
untuk ukuran hostel... pake S. Bukan hotel. It’s
insane.
Akhirnya
kami dapat hostel seharga Rp 500 ribu/ malam, tapi hanya bisa book
untuk 1 hari karena besoknya ada tamu yang menginap. Adik
saya sudah mulai keracunan virus backpacker. Dia bilang bagaimana
kalau besok kami menginap di bandara saja. Selain dekat, ke bandara
juga gratis dengan memakai jasa shuttle
bus. Ide baguuuuussss... Jadi kita
kelebihan uang Rp 500 ribu yang harusnya buat hostel jadi untuk
wisata kuliner. Mantaaaaap...
Masih
ingat dengan warteg, tempat kami makan? Sebenarnya mereka mau
memberikan kami tempat menginap gratis kepada kami. Tapi mengingat
kalau tidur di tempat orang tidak bebas, kami memutuskan tidur di
bandara saja. Kami menghabiskan waktu 3 hari 2 malam di Makau. Itu
waktu yang cukup untuk menjelajah seluruh kota. Bagi yang muslim,
hati-hati ketika membeli olahan daging di Makau karena banyak yang
dicampur daging babi atau minyak babi. Perjalanan terus berlanjut ke
destinasi berikutnya Hong Kong...
Margaret's Cafe e Natta |
Jalanan Makau yang sempit tapi tertata rapi |
Saatnya wisata kuliner |
Di dalam resort Venetian |
Kasino |
Siap menuju Hong Kong dengan ferry |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar