Senin, 29 Juli 2013

Makau (The Casino Royale)


Air mancur menari di depan pelataran Hotel Wynee
Tidak sulit rasanya untuk menentukan tujuan backpacking setelah petualangan tiga negara yang telah saya lakukan. Rute Makau – Hong Kong sudah menjadi target saya selanjutnya. Ketika bola salju sudah bergulir, energi kinetiknya akan membuatnya semakin besar dan semakin cepat. Hal itu adalah filosofi. sekecil apa pun gagasan yang kita realisasikan menjadi sebuah tindakan, hal tersebut akan mengarahkan kita kepada tujuan yang lebih besar dari sebelumnya. Kalau masih merasa sulit menginjakkan kaki ke daratan eropa, setidaknya kenapa kita tidak mulai dulu dengan mengujungi negara terdekat saja. Yang terpenting adalah AKSI. Pada perjalanan ini saya kembali menapaki tangga-tangga impian menuju benua biru.

“Lo udah nuker valas, dek?”
“Belum”
“Trus udah packing?”
“Belum juga”
“zzzzzz”

Itu adalah sepotong percakapan saya dengan adik menjelang hari keberangkatan. Rencananya saya tidak akan sendirian menaklukkan dua negara Makau dan Hong Kong. Sebenarnya tidak tepat juga dikatakan negara, karena nama destinasi yang sebelumnya saya sebutkan ternyata masih bagian dari Republik Rakyat Cina yang diberikan kewenangan untuk mempunyai bendera sendiri dan mata uang sendiri. Jadi nggak ada bedanya dengan negara dalam negara. Mungkin seperti di Amerika Serikat yang terdiri dari negara-negara bagian, tapi kewenangan Makau dan Hong Kong lebih luas dari negara bagian di Amerika.

Gara-gara persiapan adik yang buruk, kami hampir ketinggalan pesawat. Maklum dia belum pernah ke luar negeri, apalagi yang namanya backpacking. Dia pikir ini cuma jalan-jalan Jakarta – Bandung yang tanpa persiapan pun tidak jadi masalah. Tapi setelah tahu apa akibat dari kurangnya persiapan pada perjalanan kemarin, saya rasa dia sudah ‘tobat’ dan mengerti prinsip a good traveler is a good planner. Ingat perencanaan yang matang adalah suatu keharusan, apalagi kalau style perjalanan yang kita lakukan adalah backpacking. Satu-satunya cara untuk orang yang malas melakukan persiapan adalah dengan membawa banyak UANG, haha...

Pesawat yang akan membawa kami terbang ke Kuala Lumpur berangkat pukul 14.00. Kami sengaja memilih penerbangan transit untuk meminimalkan damage cost. Jadi rute penerbangan yang sudah kami susun adalah Jakarta – Kuala Lumpur – Makau. Tiket Jakarta – KL kami booked beberapa bulan sebelumnya seharga Rp 500.000/ orang. Sedangkan untuk KL – Makau kami dapat tiket seharga Rp 1.000.000/ orang. Pada awalnya, saya berniat memesan penerbangan direct tapi karena saya ingin menunjukkan keindahan negara-negara Asia Tenggara makanya rute penerbangan kami menjadi Jakarta – Kuala Lumpur – Makau – Hong Kong – Singapura – Jakarta. Wow, dengan sedikit modifikasi itinerary adik saya langsung mencicipi 4 negara sekaligus. Mantap!!! Untuk penerbangan pulang rute Hong Kong – Singapura – Jakarta juga tidak jauh berbeda dengan biaya pergi yaitu Rp 1.500.000/ orang.

“Lo sih kurang persiapan”
“Kenapa gak packing dari malam, sih”
“Kalau mandi makanya jangan kelamaan”

Kalau ingat-ingat lagi kejadian waktu berangkat, rasanya seperti menghadapi UAS pelajaran yang sangat sulit ditambah malamnya belum belajar, haha...
Panik.. keringat dingin.. nafas terasa sesak...
Coba bayangkan, 1 jam lagi diharuskan check-in tapi kami masih terjebak di daerah kota gara-gara masih cari money changer untuk tukar valas. Selain dengan adik, saya benar-benar geram dengan Fauzi Bowo yang harusnya bertanggung jawab atas kemacetan biadab di Jakarta. Kok bisa, ya, Ibukota negara kualitas kehidupannya bisa serendah ini macam kampung. Maklum sebelumnya saya sudah menikmati hari-hari indah tanpa macet di Ibukota Thailand, Malaysia, dan Singapura. Jadi kalau teringat lagi kemudahan dan kenyamanan tinggal di tiga negara tersebut jadi makan ati tinggal di Jakarta. Nyahaha...

Taksi terus merambat pelan mengarungi simpul-simpul kemacetan Jakarta. Saya jadi tambah geram ketika supir taksi pakai ada “acara” nyasar segala...
Grrrrrr...
Berkali-kali saya bilang “cepetan, pak!”, “cepetan, pak!” kepada supir dudul. Saya bak kusir yang terus mencambuk kudanya agar berlari kencang. Walaupun pembatas kecepatan berkali-kali berbunyi, tak membuat saya berhenti bilang “LEBIIIIIIH CEPAAAAT LAGIIIII”. Di dalam taksi saya sudah hampir give up dengan berkata,
“udah gak keburu, nih”
perginya kapan-kapan aja lah”
atau lo masih punya duit untuk beli tiket penerbangan berikutnya ke KL, gak?”
Adik saya cuma bisa diam.

Sungguh ajaib...
Tiba-tiba saya merasa bersyukur dengan “ketidaksempurnaan” Indonesia. Jadwal penerbangannya ternyata DELAY.
Yihaaaa...
Kita jadi berangkaaaaaaat... hahaha.... #ketawa puas
Setelah melewati pintu pemeriksaan bagasi, kami langsung duduk di ruang tunggu. Wow, luar biasa... ternyata keterlambatannya benar-benar kelewatan. Saya saja masih sempat tidur-tiduran dan bahkan sholat dzuhur dulu, wkwkwk...
Selang beberapa saat, flight information menunjukan kalau kami harus check-in. Saatnya petualangan dimulai. Saya sudah pernah merasakan pergi via terminal 1, terminal 2, dan kali ini saya berkesempatan pergi melalui terminal 3 yang tergolong lebih baru dari terminal 1 dan 2. Tapi fasilitasnya tetap tidak lebih keren. -.-
Nyahahaha....

Ruang tunggu terminal 3 Soekarno-Hatta

Pesawat touch down dengan mulus di Bandara LCCT Kuala Lumpur. Kami punya rencana mengunjungi pusat kota untuk foto-foto di menara kembar Petronas, namun setelah melihat jadwal shuttle bus. Kami mengurungkan niat karena takut terlambat ke bandara.
skip... skip... skip... malam pun tiba. Saya sengaja menantang adik untuk tidur di bandara dan akan ada tantangan-tantangan dari saya lainnya. Sebab dia dengan enteng mau backpacking ke Thailand seorang diri. Kalau dia berhasil lulus semua ujian yang saya berikan, saya akan beri permission untuk impiannya itu.
Yup, memang benar tema jalan-jalan saya kali ini bukan hanya untuk ambisi pribadi tetapi TRAINING FOR A NEW BACKPACKER!!
Saya harap akan lahir seorang backpacker setelah perjalanan ini berakhir. B-)

Bandara LCCT Kuala Lumpur sangat sederhana. Saya akui tidak lebih bagus dari Terminal internasional, eh, Bandara internasional Soekarno – Hatta.
Cukup sulit juga mencari tempat yang nyaman untuk tidur. Sambil mencari tempat tidur, saya minta adik untuk duduk-duduk dulu di ruang tunggu sambil saya tugaskan mempelajari itinerary di Makau nanti. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencari tempat untuk tidur yaitu, faktor keamanan, kenyamanan, dan kebersihan. Sebagai negara Islam, tidak sulit untuk mencari Masjid di Malaysia. Dan seperti kebanyakan Masjid di Indonesia, kita juga bisa numpang tidur di sana. Sayang saya membawa adik perempuan. Kebanyakan yang tidur di Masjid adalah laki-laki jadi saya cari opsi lain selain Masjid.

Kembali lagi ke ruang tunggu. Lihat-lihat sekeliling. Saya temukan spot yang lumayan nyaman untuk tidur: tidak banyak orang lalu-lalang jadi barang bawaan dapat mudah diawasi dan cukup bersih. Namun biar bagaimana pun, tidur di bandara tidaklah nyaman. Disinilah peran perlengkapan yang kita bawa agar bisa tidur nyenyak seperti jaket untuk penahan dingin dan sleeping bag untuk tidur di lantai. Karena adik persiapannya kacau, jadi dia pakai semua comfort tools saya. Semprul...
Pukul 05.00 pagi waktu setempat kita bangun untuk mempersiapkan penerbangan selanjutnya. It’s time going to Makau!!!

Touch down di LCCT Kuala Lumpur

Wih, akhirnya kami sampai di Makau. Tidak kebayang juga sih. Makau yang selama ini saya cuma lihat di film-film Chow Yun Fat: God of Gambler sekarang saya sudah bisa menjejakkan kaki di sini. Bandara Internasional Makau dengan kode MFM tidak begitu luas. Bisa dibilang sangat compact untuk sebuah bandara internasional. Tapi ukuran tidak menentukan kualitas. Walaupun kecil, fasilitas bandara sangat lengkap bahkan di toilet ada keran air hangat juga. Kereeeeen...

Ada suatu perasaan yang tiba-tiba menyeruak di hati. Ada suatu perasaan cemas dan bingung...
Mau kemana ini..?”
Naik apa, ya..?”
“Aduh, bagaimana ini...”
Itulah pertanyaan-pertanyaan yang melintas di kepala saat pertama kali ke Bangkok dulu dan pertanyaan-pertanyaan itu terlintas lagi selama beberapa detik di pikiran saya sebelum dengan cepat saya lenyapkan. Sebagian besar petunjuk di Makau menggunakan bahasa mandarin dan portugis. Bagi yang belum terbiasa menghadapi bahasa selain inggris cukup membuat hati cemas, hahaha...
Saya kemudian membaca kembali catatan yang ada. Untuk ke pusat kota ternyata disediakan shuttle bus gratis. Sebenarnya bis-bis itu diperuntukan untuk para tamu hotel atau kasino, tapi di buku catatan penumpang lain pun diperbolehkan naik.

Kami sejenak agak ragu mau naik bis yang berhenti di zona jemput, karena sebagian besar berpakaian “turis berkoper”. Kami memutuskan untuk naik bis umum saja. Saya lalu memeriksa papan informasi nomor bis yang melewati pusat kota. Cukup lama kami menunggu di zona jemput. Setidaknya ada 2-3 pesawat yang mendarat selama kami menunggu. Saya pun kembali bertanya-tanya dan menebak-nebak apakah bis yang saya cari melewati jalan lain. Usut punya usut, saya penasaran dengan beberapa turis yang memilih berjalan. Mau kemana mereka. Saya cek di peta memang di dekat bandara ada sebuah terminal. Wah, apa mungkin kami harus naik bis dari terminal. Kami pun mengikuti orang-orang itu. Sepanjang perjalanan kami melewati beberapa penduduk lokal. Kami bermaksud untuk mengkonfirmasi letak terminal dengan bahasa inggris. Tapi jawaban mereka sungguh di luar dugaan, “!#$*& wer wer wer” disertai kibasan-kibasan tangan. Dari gelagatnya sih saya pikir dia tidak tahu apa yang saya tanyakan. Lalu dengan sedikit memaksa saya kembali meminta keterangan dengan memperlihatkan peta di tangan.

Kali ini jawaban dia lebih luar biasa “&^$*@ kuik kuik kuik” wah... susah juga ya kalau begini. Jadi saya tinggalkan saja dia dan terus berjalan mengikuti insting. Fyi, saya terpisah dari rombongan orang-orang gara-gara bertanya penduduk tadi, jadi tinggal kami berdua kebingungan celingak-celinguk. Kami terus jalan di tengah teriknya matahari. Setelah berjalan 10 menit akhirnya kami sampai di terminal yang dimaksud. Disitu sudah berjejer mobil maupun bis yang siap mengantar tamu hotel dan kasino. Dari jauh saya lihat petugas menghitung tamu yang mau naik ke mobil. Saya kembali cemas. Wah, sudah jauh-jauh jalan jangan-jangan angkutan tersebut hanya untuk tamu. Saya lalu memberanikan diri dengan bertanya ke petugas apakah ini hanya untuk tamu, dia bilang “no”. Asiiiiiik....

Makau negara yang tidak begitu luas. Mungkin lebih luas kota Depok, wehehe... Hampir tidak ada tempat yang tidak dimanfaatkan untuk pemukiman. Jadi terkesan sumpek dan kumuh. Ditambah banyak bangunan tuanya, membuat Makau kurang begitu cantik. Di Makau banyak sekali gang-gang sempit mirip di film-film Jacky Chan. Perhatikan setiap tanda jalan kalau tidak mau kesasar. Sebagian penduduk di Makau tidak berbahasa inggris, jadi menguasai peta is a must untuk meminimalkan bertanya kepada penduduk untuk mencari jalan. Kabar baiknya, cukup banyak orang indonesia yang bekerja di Makau. Kalau diperhatikan di dalam gang-gang itu akan kita temui warteg yang menjual masakan indonesia. Saya sempat mencicipi masakan indonesia ala Makau. Ternyata selain untuk makan, warteg tersebut mempunyai ruang karaoke untuk kumpul-kumpul para pekerja asal Indonesia di lantai 2.

Enaknya jadi backpacker, eksplorasi kita tentang suatu tempat sangat luas. Pertemuan dengan sesama orang indonesia, lalu menemukan tempat-tempat menarik yang tersembunyi menjadi harta karun dari kegiatan backpacking. Saya dan adik pernah nekat menelusuri gang-gang di Makau. Pada awalnya saya juga tidak yakin akan kemana jalan-jalan berliku ini membawa kami. Tak disangka jalan tersebut malah menuntun kami untuk menemukan rerutuhan gereja yang sangat cantik. Itu belum ditambah kegembiraan menemukan sebuah cafe terkenal enak seantero Makau: Margareth Caffe e Natta. 
 
Reruntuhan gereja (lupa namanya)

Keindahan Makau baru terlihat ketika malam tiba. Ribuan lampu kelap-kelip menerangi jalan-jalan di Makau. Lampu-lampu ini berasal dari Kasino dan Hotel. Bagi yang belum pernah mengunjungi kasino, sebaiknya jangan melewatkan kesempatan ini selam berada di Makau karena di sinilah pusat perjudian di Asia. Selama masuk kasino ada larangan untuk mengambil gambar. Jadi kalau mau foto-foto lebih baik pakai kamera handphone saja biar tidak ketahuan petugas. Oh, ya... Kalau ke Makau sebaiknya sempatkan juga melihat air mancur menari di pelataran hotel Wynee. Gratissss...
Satu lagi tempat yang tidak boleh dilewatkan adalah Venetian Resort dan City of Dreams. Banyak objek wisata yang menarik di kedua komplek kasino dan hotel terbesar di Makau itu.

Sebagai penutup, saya mau memberikan informasi tentang mahalnya biaya hostel di Makau. Dan periksa dengan cermat hari libur nasional setempat. Saat berkunjung ke Makau kemarin, kami hampir tidur di jalan karena semua hostel full booked. Sekalinya ada hostel yang available tapi dengan harga Rp 1 juta/ malam (mending gw nginep di four season jakarta). Gila Rp 1 juta/ malam untuk ukuran hostel... pake S. Bukan hotel. It’s insane.
Akhirnya kami dapat hostel seharga Rp 500 ribu/ malam, tapi hanya bisa book untuk 1 hari karena besoknya ada tamu yang menginap. Adik saya sudah mulai keracunan virus backpacker. Dia bilang bagaimana kalau besok kami menginap di bandara saja. Selain dekat, ke bandara juga gratis dengan memakai jasa shuttle bus. Ide baguuuuussss... Jadi kita kelebihan uang Rp 500 ribu yang harusnya buat hostel jadi untuk wisata kuliner. Mantaaaaap...

Masih ingat dengan warteg, tempat kami makan? Sebenarnya mereka mau memberikan kami tempat menginap gratis kepada kami. Tapi mengingat kalau tidur di tempat orang tidak bebas, kami memutuskan tidur di bandara saja. Kami menghabiskan waktu 3 hari 2 malam di Makau. Itu waktu yang cukup untuk menjelajah seluruh kota. Bagi yang muslim, hati-hati ketika membeli olahan daging di Makau karena banyak yang dicampur daging babi atau minyak babi. Perjalanan terus berlanjut ke destinasi berikutnya Hong Kong...


Margaret's Cafe e Natta


Jalanan Makau yang sempit tapi tertata rapi

Saatnya wisata kuliner


Di dalam resort Venetian


Kasino

Siap menuju Hong Kong dengan ferry