Rabu, 07 Januari 2015

Hong Kong

Transportasi Hong Kong yang modern
Hong Kong adalah salah satu destinasi impian. hmmm... Saat masih kecil dulu, saya sempat heran kenapa Hong Kong selalu disebut-sebut dalam setiap lelucon. Kalian yang seangkatan sama saya pasti tau. . hehe... Misalkan ada orang bertanya sama temannya, -“eh, kayaknya lo lagi banyak uang ya? traktir gw yah”, -“ye, enak aja. uang dari mana... Uang dari Hong Kong”.. :v hahaha... pernah dengar kan? wkwkwk... Entah kenapa kata bla bla bla “dari Hong Kong” sangat populer di era 90-an. Dari sana rasa penasaran saya dengan Hong Kong tumbuh.. cieee... dan saya bertekad suatu hari nanti saya harus menginjakkan kaki ke sana dan mencari tahu jawaban dari alasan penggunaan kata “dari Hong Kong” yang terkenal itu.. :p

Perpisahan dengan Makau...

Saya dan adik terpaksa menginap di bandara karena banyak penginapan yang full booked. entah kenapa masa kunjungan saya ke Makau bertepatan dengan hari libur nasional. Ada cerita unik waktu saya tidur di bandara Makau. Saat itu menjelang tengah malam, saya tiba-tiba terbangun. Ada suara gaduh yang entah dari mana datangnya betul-betul mengganggu istirahat malam itu. Saya perlu beberapa detik menyadarkan diri sambil mengucek mata. eh... ada puluhan orang berseragam berlarian menuju bandara. Kejadian itu begitu tiba-tiba, sehingga saya dan beberapa turis lain yang terbangun panik karena takut terjadi sesuatu.

Saat itu saya pikir ada pesawat yang mengalami kecelakaan. “wah, jangan-jangan ada pesawat yang tergelincir”, saya bergumam. Selang beberapa saat, puluhan orang itu keluar lagi dari gate khusus petugas. Tapi setelah saya perhatikan, hei, mereka orang-orang yang berbeda. Usut punya usut, Ooooh... ternyata mereka sedang pergantian shift. Para petugas tersebut memanfaatkan jeda kedatangan pesawat untuk melakukan pergantian waktu kerja. Mungkin saat tengah malam jadwal penerbangan tidak terlalu padat. Oalaaah, saya kira ada apa. Kemudian saya lanjut tidur lagi sampai pagi. Alarm HP saya tiba-tiba berbunyi, wah ternyata sudah waktunya sholat shubuh. Pendingin bandara bekerja dengan “sangat baik”. Dengan kondisi setengah sadar dan suhu sangat rendah sebenarnya agak malas juga beranjak dari tempat tidur., hehehe… Untuk yang muslim mungkin agak sulit kalau mau beribadah. Saat itu saya terpaksa sholat di sudut bandara yang sepi.

Oh, ya… setelah sholat saya tidur lagi karena hari masih agak gelap. Menjelang pukul 07.00 waktu Makau, para petugas membangunkan semua orang yang tidur bak gelandangan, wkwkwk… beres-beres sebentar, saya dan adik langsung cuss ke Hong Kong via jalur laut. Waktu itu biaya menyebrang ke Hong Kong dengan ferry HKD 153 atau sekitar Rp 153.000. jadwal penyebrangan cukup padat, jadi tidak perlu khawatir untuk menunggu lama. Oh, ya… waktu sedang menunggu, kami dihampiri oleh seorang surveyor. Mereka sedang mendata turis-turis yang berkunjung ke Makau. Setelah menjawab beberapa pertanyaan, dia memberi kami sebuh pulpen sebagai souvenir, Xie Xie.
Suasana kabin ferry

Tak lama ferry datang. Interiornya cukup mewah menurut saya. Setelah mencari no tempat duduk saya langsung duduk cantik di dalam sambil memperhatikan orang-orang di dalam ferry. Hampir sebagian besar penumpang beretnis tionghoa. Wajar, kan, sekarang memang libur nasional. Mungkin mereka mau jalan-jalan ke Hong Kong. Di dalam ferry kita tidak bisa melihat pemandangan dengan jelas, karena semua jendela dilapisi semacam filter yang mengurangi visibilitas. Dugaan saya, filter digunakan untuk menghindari penumpang melihat gerak ombak di luar yang bisa bikin mabuk laut. Howekk...

Satu jam kurang terombang-ambing di ferry, saya dan adik langsung ke bagian imigrasi. Karena terlalu lama menulis, kami ketinggalan rombongan sampai petugas meneriaki kami “cepat... cepat...”. loh kok tahu kami dari Indonesia? Ternyata mereka melihat paspor hijau kami dan populasi WNI di Hong Kong cukup banyak. Salah satu kebiasaan saya kalau ke Luar Negeri adalah ke KFC, hahaha... Menu KFC di Hong Kong lumayan yummy. Setelah perut kenyang, tugas berat selanjutnya adalah mencari penginapan. Ingat walau belum booking, kita tetap harus punya daftar penginapan untuk menghindari over budget. Biasanya beberapa penginapan di daftar sudah penuh karena faktor kenyamanan dan harga yang terjangkau. Meskipun daftar penginapan sudah semua dikunjungi dan hasilnya full booked jangan cepat menyerah. Terus cari penginapan yang sesuai dengan budget. Lebih baik bayar mahal untuk senang-senang, makan, dan jalan-jalan dari pada bayar mahal hanya untuk tempat tidur. Bahkan kalau mau ekstrem, kita bisa menginap di MCD atau coffee station macam Starbucks untuk bermalam. Tapi cari yang operational hours-nya 24 jam yah.

Waktu itu sebenarnya kami hampir putus asa. Sampai ada bapak-bapak setengah baya memanggil kami, “sini... sini... cari penginapan?”. Walau aksennya agak aneh, tapi ucapannya cukup dimengerti. Di Hong Kong pokoknya jangan heran kalau banyak yang bisa bahasa Indonesia. Dia tahu kami dari Indonesia (mungkin dilihat dari penampilan), dan dia mau meminjamkan kamarnya untuk kami (tetap bayar, yah). Ternyata di appartement-nya banyak turis lain seperti kami. Wah, ini sih seperti hostel ilegal. Tapi karena harganya lumayan terjangkau (Rp 500.000/ malam) dan kualitasnya setara hostel jadi kami menginap di sana.

Ada sedikit perasaan aneh yang mengelitik saat tahu saya sudah sampai di Hong Kong. Wah, tidak disangka yah akhirnya bisa melihat sendiri kemegahan Hong Kong. Kata-kata itu terus muncul di benak saya. Dengan sedikit keyakinan, segenggam do’a, dan secuil aksi sudah cukup membawa kita ke tempat-tempat impian.
The Peak

Esoknya saya kembali berpetualang dengan adik. Saya mengunjungi banyak tempat-tempat populer di kalangan traveller seperti taman Victoria, The Peak, Star Avenue, dll. Untuk yang mau mengunjungi The Peak, saya sarankan pergi menggunakan tram dan pulang dengan bis. Kalian akan merasakan sensasi yang berbeda. Trust me!! Kalau mau menyaksikan pertunjukan laser disarankan untuk tiba di Avenue Star sebelum pukul 07.00 so you won’t miss the show.
Walau masih punya waktu satu hari, saya berniat menghabiskan waktu saya seharian di bandara karena sudah malas mencari penginapan lagi. Bandara Hong Kong mungkin salah satu yang terbesar di dunia jadi kita tidak akan merasakan kebosanan. Ada banyak toko souvenir lucu, game station, bahkan mini theather untuk menghabiskan waktu. Di bandara Hong Kong tempat untuk sholat dijadikan satu dengan umat budha, dan hindu. Makanya namanya praying room atau ruang beribadah.
termpat beribadah umat Islam, Budha, dan Hindu

Ketika kami hendak meninggalkan Hong Kong untuk meneruskan perjalanan ke Singapura. Kondisi cuaca agak mendung dan sedikit berangin. Kami ke Singapura menggunakan maskapai Jetstar. Ini pertama kalinya saya memakai maskapai ini. So far, pelayanannya sangat memuaskan ditambah pramugarinya cantik-cantik. Pramugari Air Asia mah kalah, hehehe...
Pada awalnya, penerbangan Hong Kong-Singapura baik-baik saja. Kondisi kabin waktu itu remang-remang karena lampu utama sengaja dimatikan, jadi nggak banyak yang bisa saya lihat. Jadi saya putuskan untuk tidur, lagipula waktu juga sudah menunjukan pukul 9 malam. Namun setelah 1 jam terbang, saya dibangunkan oleh guncangan keras. Guncangan demi guncangan tak henti-hentinya menghentak pesawat. Saya mencoba untuk terbiasa dengan guncangan itu dan berusaha untuk kembali tidur tapi tidak bisa. Penasaran dengan apa yang terjadi, saya melayangkan pandangan ke luar jendela. Namun sia-sia, kegelapan pekat yang cuma bisa saya lihat. Perasaan saya semakin tidak karuan, karena dibalik pemandangan gelap itu terlihat kilatan-kilatan cahaya. Oh, nooo... pesawat ini sedang berjuang menerjang awan Cumulonimbus (mungkin ini yang dirasakan para penumpang Air Asia yang jatuh di selat karimata).


Baru kali itu saya benar-benar begitu dekat dengan kematian. Sepanjang guncangan terjadi saya terus berdoa, karena mustahil untuk tidur lagi. Bruk... Bruk... Bruk... berkali-kali koper-koper di atas saling beradu. Dua orang pramugari lalu datang untuk memastikan tempat bagasi terkunci dengan baik, tak lama dua pramugari lalu kembali ke tempat duduknya. kilatan-kilatan itu terlalu menakutkan untuk dilihat jadi saya menutup jendela. Sekarang tinggal bagaimana saya untuk membiasakan diri dengan guncangan yang ada. Suara pilot agak menenangkan hati saya saat tahu tujuan akan dicapai dalam 20 menit lagi. Fiuh... Sampai di bandara Changi, kami bermalam lagi karena kami tiba hampir tengah malam. Begitu banyak hal baru yang saya alami dalam seminggu ini. Untuk adik saya sendiri, dia sudah saya ajari bagaimana “bertahan hidup” selama melakukan backpacking. Mulai dari mencari penginapan atau mencari tempat menginap bila kehabisan hotel, menghemat biaya makan, dan efisiensi jalur perjalanan. Dengan ini saya sampaikan kalau adik saya secara resmi layak menjadi seorang backpacker newbie, hehe...