Backpacking Part 5 (Thailand)
Menghirup
udara negara asing pertama, Thailand!
Ini
merupakan perjalanan pertama saya ke luar negeri. Ada perasaan takut,
cemas, khawatir, sekaligus exciting
tentunya. Perasaan itu muncul karena sebagai my
first going abroad, saya harus
berangkat seorang diri tanpa ditemani teman. Kekhawatiran terbesar
saya adalah apa jadinya bila seandainya saya kehabisan uang di sana
(lagi-lagi persoalan klasik,haha...). Oleh sebab itu, saya
betul-betul telah mempersiapkan dengan sangat matang itinerary
sebelum keberangkatan. Hampir setiap buku di Gramedia yang bertemakan
perjalanan Asia Tenggara saya baca habis mulai dari rincian biaya
perjalanan sampai skenario rute perjalanan yang ditempuh. Dalam
perjalanan kali ini saya memesan tiket promo untuk 1 semester ke
depan, jadi saya tidak membuang waktu 6 bulan itu untuk segera
mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari perlengkapan di
perjalanan, belajar bahasa Thailand dasar, dan mempelajari peta.
Ketika
itu tiket promo CGK-BKK seharga Rp 300.000,-. Lumayan murah, kan!
Dalam backpacking kali ini saya berencana melahap rute Bangkok-Nakhon
Sithammarat-Phuket-Hatyai-Kuala Lumpur-Singapura. Ini merupakan rute
yang paling efektif, sebab walau saat itu tiket promo Jakarta - Kuala
Lumpur Rp 0,- tetapi bila mau pergi ke Thailand saya jadi harus
bolak-balik. Dan saat dihitung-hitung biayanya akan lebih besar
dibandingkan jika saya mulai dari Bangkok dan terus meyusuri
semenanjung malaya. Untuk tiket pulang SIN-CGK, saya mendapat tiket
seharga Rp 500.000,-. Loh, kok
lebih mahal? Karena tiket promo yang termurah berlaku untuk
penerbangan dari negara asal, bukan dari luar negeri ke Indonesia.
Mungkin kalau mau lebih murah bisa dari Kuala Lumpur, sebab Kuala
Lumpur adalah pusat (hub)
dari maskapai penerbangan Air Asia.
Setelah
melakukan hitungan kasar saya perlu menyiapkan dana minimal 15 juta
untuk hidup selama satu bulan di 3 negara. Sumber dana perjalanan
kali ini berasal dari part-time job.
Saya sengaja melebihkan beberapa pos keuangan seperti untuk makan,
penginapan, dan transportasi supaya perjalanan kali ini tidak over
budget. Tidak disangka ternyata damage
cost untuk keliling Thailand, Malaysia,
dan Singapura hanya habis sekitar 8 juta saja. Itu termasuk
perjalanan ke Ayutthaya (situs UNESCO), ke pulau Phi-phi (tempat
shooting
film the beach), berkunjung ke sky
bridge menara kembar
Petronas, ke Petronas Science Center,
ke Universal Studio, naik Luge & Ride di Sentosa, pokoknya masih
banyak lagi. Bisa dikatakan saya tidak membatasi diri saya untuk naik
ini itu, makan ini itu, atau pergi ke sini ke situ, semua dilakukan
mengalir saja. Apabila mau full
backpacking saya kira pengeluaran akan
jatuh di angka 4-5 juta saja, bahkan bisa kurang kalau mau membawa
nasi bungkus dari Indonesia,hehe...
skip...
skip... skip... Besok adalah hari
dimana petualangan saya akan dimulai. Saya sudah bosan menghirup
polusi Jakarta yang menyesakkan dada dan ingin cepat-cepat bertemu
orang-orang baru, dan menikmati sensasi kesendirian di negara lain.
Pesawat yang akan membawa saya ke Bangkok berangkat sore hari, tapi
karena hari itu hari jum’at saya harus berangkat pagi agar bisa
sholat jum’at di bandara. Kebetulan, saya ditemani oleh Farhandi
teman kuliah saya. Saya banyak bertanya kepada dia tentang prosedur
imigrasi bandara, karena kebetulan dia sudah pernah ke Perancis. Wah,
jadi deg-degan sendiri
ketika tahu informasi pesawat sudah ada di display.
Berarti petualangan sebentar lagi akan dimulai. Ini pengalaman
pertama saya berurusan dengan bagian imigrasi, baik imigrasi
Indonesia maupun imigrasi Thailand. Dari informasi yang saya tahu,
biasanya petugas imigrasi akan banyak “menginterogasi” pendatang
yang baru pertama kali berkunjung ke negaranya. Jadi saya agak
sedikit gugup kira-kira apa saja ya, yang akan mereka tanyakan nanti.
Eh... sepertinya saya sudah harus check-in,
kemudian saya berpisah dengan Farhandi
dan mengucapkan terima kasih karena sudah repot-repot mau mengantar.
Pemeriksaan imigrasi Thailand. |
Untuk
yang akan pergi pertama kali ke luar negeri
seorang diri, saya akan menceritakan sedikit gambaran prosedur
imigrasinya. Saya kira tidak ada masalah untuk yang pergi
berkelompok. Saat memasuki gerbang keberangkatan kita akan diminta
menunjukkan passport dan
tiket pesawat, karena memang hanya penumpang saja yang dibolehkan
masuk. Kemudian carilah counter maskapai
penerbangan untuk check-in
dan drop bagasi.
Di counter kita
akan diminta membayar pajak bandara sebesar Rp 150.000,-. Setelah
check-in, saatnya
ke bagian imigrasi. Ketika akan ke bagian imigrasi tak disangka roda
troli saya berhenti. Saya pikir pasti rodanya macet, tapi walau sudah
berusaha mendorong sekuat tenaga rodanya tidak mau bergerak juga.
Sumpah...
saya tiba-tiba merasa jadi orang terbodoh di dunia saat “tidak
sengaja” membaca tulisan “batas
akhir troli”. Bah, canggih juga, nih, bandara. Ternyata roda troli
dilengkapi semacam alat dan apabila melewati sensor akan macet dengan
sendirinya. Weh... weh... weh... terpaksa saya geret
lagi troli keluar dari zona dilarang
troli. Kemudian saya mulai membawa barang bawaan ke bagian imigrasi.
Di bagian imigrasi terbagi menjadi beberapa antrian: antrian untuk
orang asing, orang indonesia, dan untuk TKI. Yang membuat miris
sepertinya petugas yang melayani para TKI sangat tidak ramah,
sebentar-sebentar memaki “bisa baca nggak, sih”, “pernah
sekolah nggak, sih”. Memang para TKI terkadang suka keluar dari
barisan antrian, tapi sikap petugas kayaknya agak berlebihan alias
lebay.
Saya yakin kalau dia cuma sekolah sampai SMP kelakuannya juga kayak
gitu. Lolos dari imigrasi saya langsung ke gate
keberangkatan. Tadi saya tidak ditanya
apa-apa cuma diminta menunjukkan tiket dan passport
saja. Kalau dicermati prosedur imigrasi
tidak terlalu rumit hanya perlu teliti membaca setiap informasi yang
ada di tiket dan mengisi lembar imigrasi yang diberikan (saat di
pesawat).
Yipee...
pesawat sudah mendarat di Bangkok. Bandara Suvarnabhumi sangat megah,
saya tidak mau kejadian di bandara Soekarno-Hatta terulang lagi.
Makanya saya dengan teliti membaca setiap papan informasi. Wah,
sepertinya harus sholat dulu, nih, karena tadi belum sempat sholat
maghrib. Saya lalu bertanya ke petugas informasi mengenai tempat
sholat, sekalian praktek pakai bahasa thai, hehe... “hong lamard,
yuthinai?” petugas yang cantik itu agak bingung dengan perkataan
saya. Lalu saya bilang lagi “hong lamaar”, “hong laaamard”,
“hong laaamaaard” dengan berbagai aksen. Dia masih bingung juga,
yauda lah
pakai bahasa inggris saja “where is praying room?”, dia pun
akhirnya mengerti “aah, playing loom” “in the midew”.
Sumpah...
bahasa inggrisnya aneh banget, campur bahasa thai, gitu.
Sekarang jadi saya yang bingung, tapi dengan sigap dia menunjukkan
peta bandara. “oh, in the middle” saya menegaskan lagi. Dia
bilang “yes”. Selesai sholat, saya cari makanan. Aje
gile, mentang-mentang di “Bangkok”
porsi opor ayamnya kenapa
jadi gede banget,
dikasih makan apa ayamnya bisa sebesar itu.
Bandara Suvarnabhumi yang megah. |
Saat
itu sudah pukul 10.00 waktu Bangkok. Karena
cita-cita mau jadi backpacker sejati, saya mau merasakan seperti apa
tidur di bandara. Hal yang paling tidak enak kalau pergi sendiri,
tuh, bingung kalau lagi berada di tempat yang baru. Jadinya saya
celingak-celinguk nggak
jelas untuk mencari tempat tidur. Saya sebenarnya takut diusir
security,
tapi setelah membaca display informasi
ternyata di bandara Suvarnabhumi penerbangannya 24 jam. Dengan
begitu, saya pikir bila beralih ke gerbang keberangkatan saya dapat
pura-pura menyamar jadi penumpang yang mau berangkat tengah malam
nanti,hoho...
Tiba-tiba
alarm berbunyi, ternyata sudah jam 5 pagi. Sejauh mata memandang
ternyata banyak juga bule-bule yang numpang
tidur. Malah, sebagian besar dari mereka memang niat tidur di bandara
dengan membawa kantung tidur. Tidurnya juga tidak malu-malu dengan
“menjajah” empat bangku sekaligus untuk selonjoran.
Ealaaah...
kalau tahu begini, saya juga tidak bakal sungkan untuk mengikuti
jejak mereka. Soalnya cara tidur saya sangat “elegan” (duduk
biasa dengan menutup wajah dengan topi). Hasilnya tidur tidak nyenyak
dan pagi harinya punggung pegal sekali. Saya lalu kembali ke praying
room untuk sholat shubuh. Oh, iya...
ini pertama kalinya saya sholat berjamaah dengan orang asing, tapi
tidak akan menjadi masalah besar karena bacaannya sama saja. Saya
bangga jadi seorang muslim karena mau di Indonesia, di Thailand, di
Malaysia, di Singapura, atau di Zimbabwe sekalipun bacaan sholatnya
sama.
Kota
Bangkok adalah kota yang cantik. Sistem transportasinya sudah sangat
maju sekali, mungkin 10 tahun di depan Indonesia. Alat
transportasi yang hanya baru jadi wacana di Jakarta semuanya ada:
kereta layang, kereta bawah tanah, angkutan sungai, dan bis yang
semuanya terintregasi satu sama lain. Jalan-jalannya sangat lebar dan
tidak terlalu banyak mobil yang berseliweran
biasanya mobil mewah sehingga kota
Bangkok terkesan sangat metropolitan. Kalau di Jakarta mobil mewahnya
pasti kebanyakan di garasi karena takut kebaret
sama bajaj,haha... Di kota ini saya
menghabiskan waktu satu minggu lamanya. Awalnya saya pikir itu
terlalu singkat untuk berkeliling kota Bangkok yang luas, ternyata
saya salah. Hanya dalam tiga hari saya sudah hampir mengunjungi
semuanya, bahkan saya sempat mengunjungi Ayutthaya. Alhasil, sisa
waktu tiga hari saya habiskan untuk menjelajah kota Bangkok tapi kali
ini lebih mblusuk-mblusuk lagi.
Yang cukup berkesan, ketika saya naik transportasi sungai di Bangkok.
Saat itu saya agak bosan untuk langsung pulang ke penginapan, jadi
saya jalan tak karuan tanpa arah. Tiba-tiba di depan ada banyak
sekali orang kantoran yang menuju sungai, saya pikir ada orang yang
tercebur di sungai. Eh, ternyata tidak ada apa-apa. Orang-orang itu
terus menyusuri jalan-jalan sempit di tepi sungai. Karena penasaran,
saya ikuti saja mereka. Tidak beberapa lama, terlihat banyak perahu
ditambatkan. Wow... ada terminal rahasia rupanya. Orang-orang tanpa
diperintah langsung naik ke perahu, saya sendiri dengan bodohnya
ikut-ikut saja. Padahal saya tidak tahu akan kemana perahu ini
membawa saya. Ah, nyasar di
Bangkok masih lebih seru ketimbang tidur di penginapan, kan!
Salah satu transportasi di Bangkok yang harus dicoba. |
Setelah
perahu cukup penuh, perahu berjalan dengan kecepatan penuh di sungai
yang tidak jauh beda dengan kali ciliwung. Ya, bau kali di Bangkok
sama busuknya dengan di Indonesia tapi tidak ada sampah. Hebat, ya!
Saya berdiri di pinggir karena tempat duduk sudah penuh, lalu ada
orang kantoran yang bilang sesuatu ke saya “tang... tung... tang...
tung...~#$^*%” begitulah kira-kira bunyinya,hehe... Mungkin dia
baru sadar saya bukan orang Thai, jadi dia bilang hal yang sama ke
orang di samping saya. Oh, ternyata tadi dia menyuruh saya agar
menurunkan tirai plastiknya. Hmm... kemudian saya tahu fungsi tirai
itu agar penumpang tidak kena cipratan
air sungai ketika ada perahu yang
berpapasan. Untung sudah diturunkan, karena percikannya seperti kita
sedang nonton pertunjukan world of water
di Universal,hehe...
Sudah
sekian banyak mal yang saya kunjungi, mulai dari Siam Paragon yang
semewah Plaza Indonesia sampai MBK yang tidak jauh beda dengan ITC.
Rasa bosan pergi sendiri mulai melanda. Ada terlalu banyak waktu
luang yang harus saya habiskan, oleh karena itu saya memutuskan untuk
nonton bioskop saja. Bioskop di Bangkok terbilang cukup mahal, kalau
dirupiahkan mungkin sekitar Rp 45 ribu-an. Tapi memang, tempatnya
bagus sekali. Untuk mengecek jam pemutaran saja, kita cukup berdiri
di depan poster film yang ingin ditonton dan seketika munculah jadwal
pemutaran, it’s so cool...
Kalau di Mal yang besar lebih hebat
lagi. Selain ada studio 2D dan 3D, ada juga studio 4D, wow... mantap!
harga tiket 4D sekitar Rp 200 ribu-an. Yang lucu, waktu masuk studio
tiba-tiba saja semua orang berdiri. Loh, ada apa ini... tak lama
berselang sebuah lagu diperdendangkan. ealaaah,
ternyata itu penghormatan untuk raja. Sebenarnya saya mau duduk saja,
tapi orang amerika di samping saya bilang “better you get up”.
Yasudahlah kita berdiri rame-rame, hihihi... Tak hanya di bioskop
saja loh, lagu kenegaraan juga diperdengarkan di terminal atau
stasiun pada jam-jam tertentu. Sekali lagi semua orang harus
menghentikan kegiatan dan mendengarkan lagu sampai habis. Wuih,
nasionalisme orang Thai tinggi juga, ya.
Dari
Bangkok tujuan selanjutnya adalah Nakhon Sithammarat. Saya ingin
bertemu teman di sana. Tiket ke Nakhon dapat dibeli di stasiun Hua
Lamphong. Mudah, kok, pesan tiket keretanya.
Kalau kesulitan ada bagian informasi yang bisa berbahasa inggris.
Untuk menghemat saya memesan tiket kelas ekonomi seharga Rp 50
ribu-an untuk jarak Jakarta-Jogjakarta. Kereta Indonesia masih lebih
bagus dari kereta Thailand, kita patut berbangga fasilitas kereta
argo milik kita jauh lebih mewah dari kelas eksekutif di sana
sekalipun. Mantap!!! Hal unik kereta di Thailand ada semacam tempat
duduk khusus biksu dan orang tua. Karena tidak mau tertinggal kereta,
lalu saya datang lebih awal. Saya sempat bertemu orang Medan dan
sedikit bercakap-cakap sampai kereta saya datang pukul 17.00. Duh,
apes...
ternyata tiket yang saya beli tanpa nomor kursi. Jadi saya tidak
kebagian tempat duduk. Wah, bakal nelangsa,
nih kalau diri sampai Nakhon. Untung ada orang yang bilang ke saya
“tang... tung... tang... tung... *&#$)#” begitulah kira-kira
bunyinya,haha... tapi saya mengerti, mungkin dia mau bilang, “ngapain
lu diri di situ, sebelah sono masih banyak yang kosong, noh!”.
Dari
Nakhon saya naik bis doble decker
ke Phuket harga tiketnya sekitar Rp 150 ribu-an. Perjalanannya cukup
jauh kurang lebih 6-7 jam. Jadi selama di bis kerjaan saya cuma tidur
lagi... bangun lagi... tidur lagi... bangun lagi... #gaya mbah Surip.
Di Phuket saya menginap di hotel tempat syuting the
beach Leonardo Di Caprio. Saya kira
tempatnya bagus, eh kasurnya banyak banget bangsatnya. Gila apa tuh
penginapan dah kayak
kandang ayam. Akhirnya dua hari saya tidur di lantai, untung
lantainya dari kayu jadi tidak terlalu dingin kalau malam. Phuket
kota yang sepi, mungkin lebih mirip Sukabumi. Tiang listrik di kota
ini selalu mengeluarkan bunyi “szzzttt” agak serem juga. Bosan di
Phuket saya lanjut ke Patong, sisi lain dari pulau Phuket. Di sini
saya bertemu dengan orang Perancis, mereka berasal dari Paris. Karena
bosan pergi sendirian, saya gabung dengan mereka mencari penginapan
dam menjadi teman seperjalanan selama di patong. Setiap buku
perjalanan yang saya baca, banyak mengulas Patong sebagai tempat yang
pas untuk bersenang-senang (gak usah pakai tanda kutip, ya...hehe).
Tapi saya melihat Patong tak lebih dari dari tempat untuk
menghabiskan uang saja. Hiburannya kurang menarik tapi harganya
gila-gilaan. Alhasil, saya di Patong hanya sehari saja selanjutnya
langsung berangkat mengunjungi pulau Phi-Phi yang tersohor itu.
Travel
agent saya
menyarankan untuk sudah bersiap di depan penginapan jam 7, oleh sebab
itu saya sengaja bangun pagi-pagi dan membuat catatan untuk teman
saya dari Perancis karena tidak sempat mengucapkan selamat tinggal.
Perahu yang membawa saya ke pulau Phi-Phi terdari dari dua dek.
Sebelum ke dek atas yang roof-nya
terbuka, saya tidak lupa mencomot
roti croissant dan
secangkir teh dulu,hehe... Hal lain yang tidak enak ketika
backpacking adalah repotnya mencari penginapan. Kita masih bisa lah
nahan lapar atau jalan kaki kalau nggak meyiapkan budget
untuk makan dan transport, tapi rasanya
mustahil untuk tidur ngemper
di jalanan, sendirian pula. Hey,
c’mon... we
aren’t in the jungle, bisa-bisa tas
pada hilang
atau ditangkep polisi karena dikira imigran gelap. Kalau sudah
mendapat tempat untuk tidur hati terasa plong,haha... Semua
penginapan yang ditawarkan calo rata-rata diatas budget
berkisar Rp 300 ribu-an semalam.
Terpaksa saya putari pulau untuk mencari penginapan yang sesuai
kantong. Yang paling menyiksa saya ketika mencari penginapan adalah
tas ransel. Perjalanan baru setengah jalan, tapi beban di ransel
sudah maksimal. Coba bayangkan, saya harus memikul tas di depan dan
belakang seberat 20 kg ditambah tentengan
di tangan kanan dan kiri. Fiuh,
begitu repotnya. Kalau dalam kondisi demikian, saya diberi tahu oleh
teman saya dari Perancis sebaiknya kita menenangkan pikiran dulu,
istirahat sebentar lalu melanjutkan pencarian lagi. Hari itu sungguh
melelahkan bagi saya, makanya ketika menemukan mesjid, saya
memutuskan untuk beristirahat dulu di sana.
Memang
benar, dengan pikiran yang lebih tenang ketika sudah beristirahat
akan memudahkan kita untuk berpikir dan emosi kita jadi lebih
terkontrol. Pikiran saya sebelumnya benar-benar kacau, mungkin karena
baru turun dari perahu lalu langsung berjalan dengan beban yang
berat. Akhirnya, saya menemukan penginapan yang lumayan murah walau
letaknya agak di belakang. Untuk harga makanan di pulau Phi-Phi agak
sedikit mahal, makanya kita harus sedikit mensiasatinya. Saya punya
tips untuk menghemat pengeluaran makan selama backpacking. Untuk
sarapan pagi saya biasa makan sereal dengan susu. Sereal dapat dibeli
di banyak toko swalayan seharga Rp 30 ribu-an. Satu kotak sereal bisa
untuk 3-4 hari. Kombinasi nutrisi susu dan sereal saya yakin cukup
untuk bekal petualangan kita seharian. Ingat, ketika backpacking
sempatkan juga makan buah-buahan dan sayuran. Jangan sampai kita
sakit di negeri orang, apalagi kalau pergi sendiri. Selama sebulan
backpacking, saya sempat sakit sekali. Ketika itu, saya ditawari
orang lokal makan malam bersama. Gratis, loh... ini berkat saya
membantu kegiatan mesjid di pulau Phi-Phi menjelang bulan Ramadhan
seperti memasang mading, bikin spanduk, dan lain-lain. Masakan lokal
di Phi-Phi tidak jauh beda dengan Indonesia dan sangat lezat sekali.
Mungkin karena terlalu maruk makan
ini makan itu paginya saya sakit perut, haha... Namun saya sudah
mempersiapkan obat sebelum berangkat, jadi setelah minum obat dan
tidur beberapa jam sakit pun hilang. Mulai deh jalan-jalan lagi
mengelilingi pulau, mendaki puncak tertinggi pulau Phi-Phi,
mengunjungi Maya bay (bagi pecinta film the
beach pasti tidak mau melewatkan
kesempatan berkunjung ke tempat ini) dan terakhir menikmati
“kegaduhan” pesta di pulau Phi-Phi saat malam.
Keindahan pulau Phi-Phi, sayang untuk dilewatkan. |
Lagi-lagi
kejadian apes terjadi,
saat menunggu perahu ke Krabi tiba-tiba saja hujan turun. Kebetulan
dermaganya tidak ada tempat berteduh, sehingga semua penumpang pun
basah kuyup oleh hujan. Karena takut masuk angin, saya minum banyak
tolak angin yang saya bawa dari Indonesia, dan ternyata benar cara
itu sangat manjur.
Kota Krabi lebih sepi dari Phuket. Di kota ini bahkan hanya ada satu
mal sekelas ITC. Tetapi di sini setiap akhir pekan ada acara bazar,
jadi saya tidak terlalu bosan menghabiskan 3 hari di Krabi. Oh, ya
karena terjadi salah komunikasi, saya baru bertemu teman saya orang
Thai itu di Krabi (seharusnya bertemu di Nakhon). Kita makan bersama
di KFC. Kebetulan saya penggemar berat KFC, makanya saya ingin
mencoba apakah ayam goreng KFC Thailand seenak KFC Indonesia, dan
hasilnya adalah sama saja, haha... Yang membedakan di Thailand tidak
ada paket nasi, jadi kalau mau pesan nasi harus membeli secara à
la carte. Besok
adalah hari pertama Ramadhan, oleh karena itu saya harus secepatnya
ke kota Hat Yai dimana banyak komunitas muslim di sana. Semua orang
tahu, kalau Thailand selatan adalah basis dari muslim Thailand. Saya
kemudian mengucapkan selamat tinggal dengan Pla teman saya untuk
pergi menuju Hat Yai.
Banyak
sekali “momen pertama kali” yang saya
rasakan dalam perjalanan ini, termasuk pertama kali menjalankan
ibadah puasa di luar negeri. Semuanya serba berbeda. Tidak ada
suasana meriah khas menjelang Ramadhan seperti di tanah air. Ini
benar-benar pengalaman yang tidak terlupakan bagi saya. Awal Ramadhan
juga yang menjadi penanda akhir liburan saya di coutry
of smile itu. Wah, tidak terasa saya
sudah menyelesaikan 1/3 perjalanan backpacking kali ini. Tapi, saya
masih belum bisa bernafas lega dulu. Pengeluaran harus tetap
dikendalikan, masih ada dua negara lagi menanti di depan. Seiring
laju kereta meninggalkan Hat Yai, kisah perjalanan di Malaysia pun
dimulai...
Kereta yang membawa saya ke Kuala Lumpur. |
Modal backpacking Thailand - Malaysia - Singapura |
Untuk melihat jadwal pemutaran cukup berdiri di depan poster. |
Transportasi kota Bangkok yang maju. (Sky train) |
Alex dan Max |
Tempat belanja orang indonesia. |
Pasti kalian kenal merek yang satu ini. |
Berkunjung ke KBRI di Bangkok. |
Perahu yang akan mengantar ke Maya bay. |