Selasa, 14 Agustus 2012

 Backpacking Part 5 (Thailand)


Menghirup udara negara asing pertama, Thailand!

Ini merupakan perjalanan pertama saya ke luar negeri. Ada perasaan takut, cemas, khawatir, sekaligus exciting tentunya. Perasaan itu muncul karena sebagai my first going abroad, saya harus berangkat seorang diri tanpa ditemani teman. Kekhawatiran terbesar saya adalah apa jadinya bila seandainya saya kehabisan uang di sana (lagi-lagi persoalan klasik,haha...). Oleh sebab itu, saya betul-betul telah mempersiapkan dengan sangat matang itinerary sebelum keberangkatan. Hampir setiap buku di Gramedia yang bertemakan perjalanan Asia Tenggara saya baca habis mulai dari rincian biaya perjalanan sampai skenario rute perjalanan yang ditempuh. Dalam perjalanan kali ini saya memesan tiket promo untuk 1 semester ke depan, jadi saya tidak membuang waktu 6 bulan itu untuk segera mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari perlengkapan di perjalanan, belajar bahasa Thailand dasar, dan mempelajari peta.

Ketika itu tiket promo CGK-BKK seharga Rp 300.000,-. Lumayan murah, kan! Dalam backpacking kali ini saya berencana melahap rute Bangkok-Nakhon Sithammarat-Phuket-Hatyai-Kuala Lumpur-Singapura. Ini merupakan rute yang paling efektif, sebab walau saat itu tiket promo Jakarta - Kuala Lumpur Rp 0,- tetapi bila mau pergi ke Thailand saya jadi harus bolak-balik. Dan saat dihitung-hitung biayanya akan lebih besar dibandingkan jika saya mulai dari Bangkok dan terus meyusuri semenanjung malaya. Untuk tiket pulang SIN-CGK, saya mendapat tiket seharga Rp 500.000,-. Loh, kok lebih mahal? Karena tiket promo yang termurah berlaku untuk penerbangan dari negara asal, bukan dari luar negeri ke Indonesia. Mungkin kalau mau lebih murah bisa dari Kuala Lumpur, sebab Kuala Lumpur adalah pusat (hub) dari maskapai penerbangan Air Asia.

Setelah melakukan hitungan kasar saya perlu menyiapkan dana minimal 15 juta untuk hidup selama satu bulan di 3 negara. Sumber dana perjalanan kali ini berasal dari part-time job. Saya sengaja melebihkan beberapa pos keuangan seperti untuk makan, penginapan, dan transportasi supaya perjalanan kali ini tidak over budget. Tidak disangka ternyata damage cost untuk keliling Thailand, Malaysia, dan Singapura hanya habis sekitar 8 juta saja. Itu termasuk perjalanan ke Ayutthaya (situs UNESCO), ke pulau Phi-phi (tempat shooting film the beach), berkunjung ke sky bridge menara kembar Petronas, ke Petronas Science Center, ke Universal Studio, naik Luge & Ride di Sentosa, pokoknya masih banyak lagi. Bisa dikatakan saya tidak membatasi diri saya untuk naik ini itu, makan ini itu, atau pergi ke sini ke situ, semua dilakukan mengalir saja. Apabila mau full backpacking saya kira pengeluaran akan jatuh di angka 4-5 juta saja, bahkan bisa kurang kalau mau membawa nasi bungkus dari Indonesia,hehe...

skip... skip... skip... Besok adalah hari dimana petualangan saya akan dimulai. Saya sudah bosan menghirup polusi Jakarta yang menyesakkan dada dan ingin cepat-cepat bertemu orang-orang baru, dan menikmati sensasi kesendirian di negara lain. Pesawat yang akan membawa saya ke Bangkok berangkat sore hari, tapi karena hari itu hari jum’at saya harus berangkat pagi agar bisa sholat jum’at di bandara. Kebetulan, saya ditemani oleh Farhandi teman kuliah saya. Saya banyak bertanya kepada dia tentang prosedur imigrasi bandara, karena kebetulan dia sudah pernah ke Perancis. Wah, jadi deg-degan sendiri ketika tahu informasi pesawat sudah ada di display. Berarti petualangan sebentar lagi akan dimulai. Ini pengalaman pertama saya berurusan dengan bagian imigrasi, baik imigrasi Indonesia maupun imigrasi Thailand. Dari informasi yang saya tahu, biasanya petugas imigrasi akan banyak “menginterogasi” pendatang yang baru pertama kali berkunjung ke negaranya. Jadi saya agak sedikit gugup kira-kira apa saja ya, yang akan mereka tanyakan nanti. Eh... sepertinya saya sudah harus check-in, kemudian saya berpisah dengan Farhandi dan mengucapkan terima kasih karena sudah repot-repot mau mengantar.

Pemeriksaan imigrasi Thailand.

Untuk yang akan pergi pertama kali ke luar negeri seorang diri, saya akan menceritakan sedikit gambaran prosedur imigrasinya. Saya kira tidak ada masalah untuk yang pergi berkelompok. Saat memasuki gerbang keberangkatan kita akan diminta menunjukkan passport dan tiket pesawat, karena memang hanya penumpang saja yang dibolehkan masuk. Kemudian carilah counter maskapai penerbangan untuk check-in dan drop bagasi. Di counter kita akan diminta membayar pajak bandara sebesar Rp 150.000,-. Setelah check-in, saatnya ke bagian imigrasi. Ketika akan ke bagian imigrasi tak disangka roda troli saya berhenti. Saya pikir pasti rodanya macet, tapi walau sudah berusaha mendorong sekuat tenaga rodanya tidak mau bergerak juga. Sumpah... saya tiba-tiba merasa jadi orang terbodoh di dunia saat “tidak sengaja” membaca tulisan “batas akhir troli”. Bah, canggih juga, nih, bandara. Ternyata roda troli dilengkapi semacam alat dan apabila melewati sensor akan macet dengan sendirinya. Weh... weh... weh... terpaksa saya geret lagi troli keluar dari zona dilarang troli. Kemudian saya mulai membawa barang bawaan ke bagian imigrasi. Di bagian imigrasi terbagi menjadi beberapa antrian: antrian untuk orang asing, orang indonesia, dan untuk TKI. Yang membuat miris sepertinya petugas yang melayani para TKI sangat tidak ramah, sebentar-sebentar memaki “bisa baca nggak, sih”, “pernah sekolah nggak, sih”. Memang para TKI terkadang suka keluar dari barisan antrian, tapi sikap petugas kayaknya agak berlebihan alias lebay. Saya yakin kalau dia cuma sekolah sampai SMP kelakuannya juga kayak gitu. Lolos dari imigrasi saya langsung ke gate keberangkatan. Tadi saya tidak ditanya apa-apa cuma diminta menunjukkan tiket dan passport saja. Kalau dicermati prosedur imigrasi tidak terlalu rumit hanya perlu teliti membaca setiap informasi yang ada di tiket dan mengisi lembar imigrasi yang diberikan (saat di pesawat).

Yipee... pesawat sudah mendarat di Bangkok. Bandara Suvarnabhumi sangat megah, saya tidak mau kejadian di bandara Soekarno-Hatta terulang lagi. Makanya saya dengan teliti membaca setiap papan informasi. Wah, sepertinya harus sholat dulu, nih, karena tadi belum sempat sholat maghrib. Saya lalu bertanya ke petugas informasi mengenai tempat sholat, sekalian praktek pakai bahasa thai, hehe... “hong lamard, yuthinai?” petugas yang cantik itu agak bingung dengan perkataan saya. Lalu saya bilang lagi “hong lamaar”, “hong laaamard”, “hong laaamaaard” dengan berbagai aksen. Dia masih bingung juga, yauda lah pakai bahasa inggris saja “where is praying room?”, dia pun akhirnya mengerti “aah, playing loom” “in the midew”. Sumpah... bahasa inggrisnya aneh banget, campur bahasa thai, gitu. Sekarang jadi saya yang bingung, tapi dengan sigap dia menunjukkan peta bandara. “oh, in the middle” saya menegaskan lagi. Dia bilang “yes”. Selesai sholat, saya cari makanan. Aje gile, mentang-mentang di “Bangkok” porsi opor ayamnya kenapa jadi gede banget, dikasih makan apa ayamnya bisa sebesar itu.

Bandara Suvarnabhumi yang megah.

Saat itu sudah pukul 10.00 waktu Bangkok. Karena cita-cita mau jadi backpacker sejati, saya mau merasakan seperti apa tidur di bandara. Hal yang paling tidak enak kalau pergi sendiri, tuh, bingung kalau lagi berada di tempat yang baru. Jadinya saya celingak-celinguk nggak jelas untuk mencari tempat tidur. Saya sebenarnya takut diusir security, tapi setelah membaca display informasi ternyata di bandara Suvarnabhumi penerbangannya 24 jam. Dengan begitu, saya pikir bila beralih ke gerbang keberangkatan saya dapat pura-pura menyamar jadi penumpang yang mau berangkat tengah malam nanti,hoho...

Tiba-tiba alarm berbunyi, ternyata sudah jam 5 pagi. Sejauh mata memandang ternyata banyak juga bule-bule yang numpang tidur. Malah, sebagian besar dari mereka memang niat tidur di bandara dengan membawa kantung tidur. Tidurnya juga tidak malu-malu dengan “menjajah” empat bangku sekaligus untuk selonjoran. Ealaaah... kalau tahu begini, saya juga tidak bakal sungkan untuk mengikuti jejak mereka. Soalnya cara tidur saya sangat “elegan” (duduk biasa dengan menutup wajah dengan topi). Hasilnya tidur tidak nyenyak dan pagi harinya punggung pegal sekali. Saya lalu kembali ke praying room untuk sholat shubuh. Oh, iya... ini pertama kalinya saya sholat berjamaah dengan orang asing, tapi tidak akan menjadi masalah besar karena bacaannya sama saja. Saya bangga jadi seorang muslim karena mau di Indonesia, di Thailand, di Malaysia, di Singapura, atau di Zimbabwe sekalipun bacaan sholatnya sama.

Kota Bangkok adalah kota yang cantik. Sistem transportasinya sudah sangat maju sekali, mungkin 10 tahun di depan Indonesia. Alat transportasi yang hanya baru jadi wacana di Jakarta semuanya ada: kereta layang, kereta bawah tanah, angkutan sungai, dan bis yang semuanya terintregasi satu sama lain. Jalan-jalannya sangat lebar dan tidak terlalu banyak mobil yang berseliweran biasanya mobil mewah sehingga kota Bangkok terkesan sangat metropolitan. Kalau di Jakarta mobil mewahnya pasti kebanyakan di garasi karena takut kebaret sama bajaj,haha... Di kota ini saya menghabiskan waktu satu minggu lamanya. Awalnya saya pikir itu terlalu singkat untuk berkeliling kota Bangkok yang luas, ternyata saya salah. Hanya dalam tiga hari saya sudah hampir mengunjungi semuanya, bahkan saya sempat mengunjungi Ayutthaya. Alhasil, sisa waktu tiga hari saya habiskan untuk menjelajah kota Bangkok tapi kali ini lebih mblusuk-mblusuk lagi. Yang cukup berkesan, ketika saya naik transportasi sungai di Bangkok. Saat itu saya agak bosan untuk langsung pulang ke penginapan, jadi saya jalan tak karuan tanpa arah. Tiba-tiba di depan ada banyak sekali orang kantoran yang menuju sungai, saya pikir ada orang yang tercebur di sungai. Eh, ternyata tidak ada apa-apa. Orang-orang itu terus menyusuri jalan-jalan sempit di tepi sungai. Karena penasaran, saya ikuti saja mereka. Tidak beberapa lama, terlihat banyak perahu ditambatkan. Wow... ada terminal rahasia rupanya. Orang-orang tanpa diperintah langsung naik ke perahu, saya sendiri dengan bodohnya ikut-ikut saja. Padahal saya tidak tahu akan kemana perahu ini membawa saya. Ah, nyasar di Bangkok masih lebih seru ketimbang tidur di penginapan, kan! 
 
Salah satu transportasi di Bangkok yang harus dicoba.

Setelah perahu cukup penuh, perahu berjalan dengan kecepatan penuh di sungai yang tidak jauh beda dengan kali ciliwung. Ya, bau kali di Bangkok sama busuknya dengan di Indonesia tapi tidak ada sampah. Hebat, ya! Saya berdiri di pinggir karena tempat duduk sudah penuh, lalu ada orang kantoran yang bilang sesuatu ke saya “tang... tung... tang... tung...~#$^*%” begitulah kira-kira bunyinya,hehe... Mungkin dia baru sadar saya bukan orang Thai, jadi dia bilang hal yang sama ke orang di samping saya. Oh, ternyata tadi dia menyuruh saya agar menurunkan tirai plastiknya. Hmm... kemudian saya tahu fungsi tirai itu agar penumpang tidak kena cipratan air sungai ketika ada perahu yang berpapasan. Untung sudah diturunkan, karena percikannya seperti kita sedang nonton pertunjukan world of water di Universal,hehe...

Sudah sekian banyak mal yang saya kunjungi, mulai dari Siam Paragon yang semewah Plaza Indonesia sampai MBK yang tidak jauh beda dengan ITC. Rasa bosan pergi sendiri mulai melanda. Ada terlalu banyak waktu luang yang harus saya habiskan, oleh karena itu saya memutuskan untuk nonton bioskop saja. Bioskop di Bangkok terbilang cukup mahal, kalau dirupiahkan mungkin sekitar Rp 45 ribu-an. Tapi memang, tempatnya bagus sekali. Untuk mengecek jam pemutaran saja, kita cukup berdiri di depan poster film yang ingin ditonton dan seketika munculah jadwal pemutaran, it’s so cool... Kalau di Mal yang besar lebih hebat lagi. Selain ada studio 2D dan 3D, ada juga studio 4D, wow... mantap! harga tiket 4D sekitar Rp 200 ribu-an. Yang lucu, waktu masuk studio tiba-tiba saja semua orang berdiri. Loh, ada apa ini... tak lama berselang sebuah lagu diperdendangkan. ealaaah, ternyata itu penghormatan untuk raja. Sebenarnya saya mau duduk saja, tapi orang amerika di samping saya bilang “better you get up”. Yasudahlah kita berdiri rame-rame, hihihi... Tak hanya di bioskop saja loh, lagu kenegaraan juga diperdengarkan di terminal atau stasiun pada jam-jam tertentu. Sekali lagi semua orang harus menghentikan kegiatan dan mendengarkan lagu sampai habis. Wuih, nasionalisme orang Thai tinggi juga, ya.

Dari Bangkok tujuan selanjutnya adalah Nakhon Sithammarat. Saya ingin bertemu teman di sana. Tiket ke Nakhon dapat dibeli di stasiun Hua Lamphong. Mudah, kok, pesan tiket keretanya. Kalau kesulitan ada bagian informasi yang bisa berbahasa inggris. Untuk menghemat saya memesan tiket kelas ekonomi seharga Rp 50 ribu-an untuk jarak Jakarta-Jogjakarta. Kereta Indonesia masih lebih bagus dari kereta Thailand, kita patut berbangga fasilitas kereta argo milik kita jauh lebih mewah dari kelas eksekutif di sana sekalipun. Mantap!!! Hal unik kereta di Thailand ada semacam tempat duduk khusus biksu dan orang tua. Karena tidak mau tertinggal kereta, lalu saya datang lebih awal. Saya sempat bertemu orang Medan dan sedikit bercakap-cakap sampai kereta saya datang pukul 17.00. Duh, apes... ternyata tiket yang saya beli tanpa nomor kursi. Jadi saya tidak kebagian tempat duduk. Wah, bakal nelangsa, nih kalau diri sampai Nakhon. Untung ada orang yang bilang ke saya “tang... tung... tang... tung... *&#$)#” begitulah kira-kira bunyinya,haha... tapi saya mengerti, mungkin dia mau bilang, “ngapain lu diri di situ, sebelah sono masih banyak yang kosong, noh!”.

Dari Nakhon saya naik bis doble decker ke Phuket harga tiketnya sekitar Rp 150 ribu-an. Perjalanannya cukup jauh kurang lebih 6-7 jam. Jadi selama di bis kerjaan saya cuma tidur lagi... bangun lagi... tidur lagi... bangun lagi... #gaya mbah Surip. Di Phuket saya menginap di hotel tempat syuting the beach Leonardo Di Caprio. Saya kira tempatnya bagus, eh kasurnya banyak banget bangsatnya. Gila apa tuh penginapan dah kayak kandang ayam. Akhirnya dua hari saya tidur di lantai, untung lantainya dari kayu jadi tidak terlalu dingin kalau malam. Phuket kota yang sepi, mungkin lebih mirip Sukabumi. Tiang listrik di kota ini selalu mengeluarkan bunyi “szzzttt” agak serem juga. Bosan di Phuket saya lanjut ke Patong, sisi lain dari pulau Phuket. Di sini saya bertemu dengan orang Perancis, mereka berasal dari Paris. Karena bosan pergi sendirian, saya gabung dengan mereka mencari penginapan dam menjadi teman seperjalanan selama di patong. Setiap buku perjalanan yang saya baca, banyak mengulas Patong sebagai tempat yang pas untuk bersenang-senang (gak usah pakai tanda kutip, ya...hehe). Tapi saya melihat Patong tak lebih dari dari tempat untuk menghabiskan uang saja. Hiburannya kurang menarik tapi harganya gila-gilaan. Alhasil, saya di Patong hanya sehari saja selanjutnya langsung berangkat mengunjungi pulau Phi-Phi yang tersohor itu.

Travel agent saya menyarankan untuk sudah bersiap di depan penginapan jam 7, oleh sebab itu saya sengaja bangun pagi-pagi dan membuat catatan untuk teman saya dari Perancis karena tidak sempat mengucapkan selamat tinggal. Perahu yang membawa saya ke pulau Phi-Phi terdari dari dua dek. Sebelum ke dek atas yang roof-nya terbuka, saya tidak lupa mencomot roti croissant dan secangkir teh dulu,hehe... Hal lain yang tidak enak ketika backpacking adalah repotnya mencari penginapan. Kita masih bisa lah nahan lapar atau jalan kaki kalau nggak meyiapkan budget untuk makan dan transport, tapi rasanya mustahil untuk tidur ngemper di jalanan, sendirian pula. Hey, c’mon... we aren’t in the jungle, bisa-bisa tas pada hilang atau ditangkep polisi karena dikira imigran gelap. Kalau sudah mendapat tempat untuk tidur hati terasa plong,haha... Semua penginapan yang ditawarkan calo rata-rata diatas budget berkisar Rp 300 ribu-an semalam. Terpaksa saya putari pulau untuk mencari penginapan yang sesuai kantong. Yang paling menyiksa saya ketika mencari penginapan adalah tas ransel. Perjalanan baru setengah jalan, tapi beban di ransel sudah maksimal. Coba bayangkan, saya harus memikul tas di depan dan belakang seberat 20 kg ditambah tentengan ­di tangan kanan dan kiri. Fiuh, begitu repotnya. Kalau dalam kondisi demikian, saya diberi tahu oleh teman saya dari Perancis sebaiknya kita menenangkan pikiran dulu, istirahat sebentar lalu melanjutkan pencarian lagi. Hari itu sungguh melelahkan bagi saya, makanya ketika menemukan mesjid, saya memutuskan untuk beristirahat dulu di sana.

Memang benar, dengan pikiran yang lebih tenang ketika sudah beristirahat akan memudahkan kita untuk berpikir dan emosi kita jadi lebih terkontrol. Pikiran saya sebelumnya benar-benar kacau, mungkin karena baru turun dari perahu lalu langsung berjalan dengan beban yang berat. Akhirnya, saya menemukan penginapan yang lumayan murah walau letaknya agak di belakang. Untuk harga makanan di pulau Phi-Phi agak sedikit mahal, makanya kita harus sedikit mensiasatinya. Saya punya tips untuk menghemat pengeluaran makan selama backpacking. Untuk sarapan pagi saya biasa makan sereal dengan susu. Sereal dapat dibeli di banyak toko swalayan seharga Rp 30 ribu-an. Satu kotak sereal bisa untuk 3-4 hari. Kombinasi nutrisi susu dan sereal saya yakin cukup untuk bekal petualangan kita seharian. Ingat, ketika backpacking sempatkan juga makan buah-buahan dan sayuran. Jangan sampai kita sakit di negeri orang, apalagi kalau pergi sendiri. Selama sebulan backpacking, saya sempat sakit sekali. Ketika itu, saya ditawari orang lokal makan malam bersama. Gratis, loh... ini berkat saya membantu kegiatan mesjid di pulau Phi-Phi menjelang bulan Ramadhan seperti memasang mading, bikin spanduk, dan lain-lain. Masakan lokal di Phi-Phi tidak jauh beda dengan Indonesia dan sangat lezat sekali. Mungkin karena terlalu maruk makan ini makan itu paginya saya sakit perut, haha... Namun saya sudah mempersiapkan obat sebelum berangkat, jadi setelah minum obat dan tidur beberapa jam sakit pun hilang. Mulai deh jalan-jalan lagi mengelilingi pulau, mendaki puncak tertinggi pulau Phi-Phi, mengunjungi Maya bay (bagi pecinta film the beach pasti tidak mau melewatkan kesempatan berkunjung ke tempat ini) dan terakhir menikmati “kegaduhan” pesta di pulau Phi-Phi saat malam.

Keindahan pulau Phi-Phi, sayang untuk dilewatkan.

Lagi-lagi kejadian apes terjadi, saat menunggu perahu ke Krabi tiba-tiba saja hujan turun. Kebetulan dermaganya tidak ada tempat berteduh, sehingga semua penumpang pun basah kuyup oleh hujan. Karena takut masuk angin, saya minum banyak tolak angin yang saya bawa dari Indonesia, dan ternyata benar cara itu sangat manjur. Kota Krabi lebih sepi dari Phuket. Di kota ini bahkan hanya ada satu mal sekelas ITC. Tetapi di sini setiap akhir pekan ada acara bazar, jadi saya tidak terlalu bosan menghabiskan 3 hari di Krabi. Oh, ya karena terjadi salah komunikasi, saya baru bertemu teman saya orang Thai itu di Krabi (seharusnya bertemu di Nakhon). Kita makan bersama di KFC. Kebetulan saya penggemar berat KFC, makanya saya ingin mencoba apakah ayam goreng KFC Thailand seenak KFC Indonesia, dan hasilnya adalah sama saja, haha... Yang membedakan di Thailand tidak ada paket nasi, jadi kalau mau pesan nasi harus membeli secara à la carte. Besok adalah hari pertama Ramadhan, oleh karena itu saya harus secepatnya ke kota Hat Yai dimana banyak komunitas muslim di sana. Semua orang tahu, kalau Thailand selatan adalah basis dari muslim Thailand. Saya kemudian mengucapkan selamat tinggal dengan Pla teman saya untuk pergi menuju Hat Yai.

Banyak sekali “momen pertama kali” yang saya rasakan dalam perjalanan ini, termasuk pertama kali menjalankan ibadah puasa di luar negeri. Semuanya serba berbeda. Tidak ada suasana meriah khas menjelang Ramadhan seperti di tanah air. Ini benar-benar pengalaman yang tidak terlupakan bagi saya. Awal Ramadhan juga yang menjadi penanda akhir liburan saya di coutry of smile itu. Wah, tidak terasa saya sudah menyelesaikan 1/3 perjalanan backpacking kali ini. Tapi, saya masih belum bisa bernafas lega dulu. Pengeluaran harus tetap dikendalikan, masih ada dua negara lagi menanti di depan. Seiring laju kereta meninggalkan Hat Yai, kisah perjalanan di Malaysia pun dimulai...


 
Kereta yang membawa saya ke Kuala Lumpur.

Modal backpacking Thailand - Malaysia - Singapura


Untuk melihat jadwal pemutaran cukup berdiri di depan poster.


Transportasi kota Bangkok yang maju. (Sky train)

Alex dan Max

Tempat belanja orang indonesia.

Pasti kalian kenal merek yang satu ini.

Berkunjung ke KBRI di Bangkok.

Perahu yang akan mengantar ke Maya bay.