Sky lift to Genting |
Kereta
dari Hat Yai melesat menembus perkebunan
kelapa sawit menuju Kuala Lumpur. Hal yang menarik dari perjalanan HY
– KL yang memakan waktu sekitar 10 jam ini adalah pergantian
lokomotif saat kereta tiba di perbatasan Padang Besar. Sebagai
informasi dari HY ke Padang Besar kereta ditarik oleh lokomotif tua
milik SRT (perusahaan kereta Thailand), sedangkan setelah melewati
border
kereta ditrarik oleh lokomotif dari perusahaan kereta Malaysia.
Kereta yang awalnya hanya dua gerbong kemudian digabungkan dengan
gerbong lain yang lebih banyak di Padang Besar.
Ketika
itu saya memesan tiket kelas 1 tanpa tempat tidur seharga 150 Bath
sekitar 45 ribu. Harga yang cukup murah, bukan, untuk jarak sejauh
Jakarta – Jogjakarta. Sebenarnya saya mau pesan yang dengan tempat
tidur, tapi sayang tiketnya sudah habis terjual. Di sepanjang
perjalanan kereta berhenti untuk mengangkut penumpang. Kereta pun
bertambah padat. Saya tidak menyangka ternyata tingkah polah
penumpang di sini sama seperti di Indonesia. Banyak penumpang yang
duduk di sambungan gerbong, di depan pintu atau di samping toilet
karena tidak mendapat tempat duduk. Mereka pun banyak yang merokok
dan membuang sampah sembarangan. Wah ini sih, benar-benar gak ada
bedanya atau jangan-jangan itu orang Indonesia semua, hahaha…
Setelah
semalam saya shalat Tarawih di Hat Yai, Thailand sekarang saya akan
menjalankan ibadah puasa hari pertama di Kuala Lumpur, Malaysia.
Sungguh pengalaman baru yang menarik. Saya tak sabar ingin mengetahui
bagaimana Malaysia menyambut bulan suci Ramadhan. Karena saya harus
makan sahur, saya lalu pergi membeli makanan di gerbong makan. Saya
agak kesulitan mencari kereta makan, karena ternyata di Padang Besar
begitu banyak gerbong yang disambungkan pada dua gerbong sebelumnya
dan letak kereta makan ada jauh di depan. Setelah lama berjalan
akhirnya saya sampai di gerbong makan. Fiuh...
Saat
kembali ke tempat duduk. Tiba-tiba cewek
korea yang duduk di depan saya bertanya, “where you got that?”.
Dilihat dari cara dia berbicara bahasa inggris, sepertinya dia pernah
tinggal di LN. Karena biasanya orang Korea yang cuma belajar bahasa
inggris di Korea pelafalannya kurang begitu bagus (sok
tau bangett...). Saya bilang saja,
‘tuh, ada
gerbong makan di depan’. Saya pikir dia mau beli makanan juga,
ternyata cuma nanya basa-basi doang.
Tebakan saya pasti dia pernah tinggal di Amrik
atau negara barat. Yang saya tahu,
orang korea asli agak tertutup, sedikit banyak kayak
orang Indonesia lah, kalau gak
ditegor
duluan malas untuk berinteraksi dengan orang asing. Beda sekali
dengan orang yang tinggal di Amrik atau
di negara barat yang sangat ‘open’.
Mereka itu pandai sekali membuka percakapan dan terlihat sangat
natural. Mungkin ada pengaruh dari kultur di negaranya juga, kali ya.
Kesempatan
mendapatkan teman mengobrol saya tidak sia-siakan, apalagi sama cewek
Korea,hehe... Setelah berkenalan ternyata benar dugaan saya, dia
pernah lama tinggal di Inggris (atau Kanada, ya? lupa). Namanya
Hannah. Ketika itu dia sedang backpacking dengan kakaknya, tapi
sayang kakaknya tidak bisa bahasa inggris. Jadi percakapan saya
dengan kakaknya cuma cengar-cengir,
doang. Saya lama mengobrol
ngalor-ngidul sama
Hannah sampai saya baru ingat kalau belum makan sahur. Lalu, saya
bilang ke dia mengobrolnya dilanjutkan nanti saja karena saya harus
makan sahur. Dilihat dari bahasa inggrisnya yang super
duper fluently, tingkahnya yang tengil
(hehe...), dan cara berakaiannya yang
casual,
Hannah lebih mirip orang barat daripada orang korea. Setiap hal kecil
selalu bisa menjadi bahan diskusi yang menarik. Bahkan kadang saya
yang kecapean sendiri
menjawab setiap pertanyaannya.
Hannah dan Tae Young |
Tak
lama kereta sampai ke tujuan, yaitu stasiun KL Sentral. Ini adalah
pusat (hub)
transportasi Kuala Lumpur. KL Sentral terhubung dengan berbagai moda
transportasi lain seperti: monorail, MRT, kereta, bis bandara KLIA,
dll. Saya boleh katakan, kalau Indonesia mau belajar bagaimana
mengatur sistem transportasi tidak usah jauh-jauh, cukup ke Malaysia
saja. Malu, ya... Saat itu waktu menunjukkan pukul 06.00, tapi langit
masih cukup gelap. Wajar saja, sebab di Malaysia lebih cepat 1 jam
dari Indonesia walaupun waktu de
facto-nya sama saja. Jadi, kalau boleh
dibilang ini masih jam 5 pagi. Whooaaaa.... Akhirnya saya sampai juga
di Malaysia. Perasaan saya waktu itu sangat tak terperikan (apa, sih,
bahasanya...) haha... Untuk ukuran seorang backpacker pemula yang
berhasil menempuh jarak ratusan kilometer dari Bangkok ke Kuala
Lumpur adalah “sesuatu banget”.
Yang
bikin “WOW”, ternyata Hannah dan kakaknya juga turun di KL
Sentral. Dalam benak saya, wuih... asik dapet temen jalan lagi,
hehe... Ketika itu mereka sudah turun duluan, karena saya harus
kerepotan menurunkan banyak “perabotan”. Sejenak saya berpikir,
“wah kayaknya nggak bakal ketemu mereka lagi, nih”. Namun,
ternyata mereka masih celingak-celinguk
nggak jelas di sekitar stasiun.
Kemudian saya bertanya kepada mereka apa sudah book
hotel. Lalu mereka menjawab “Not
yet”. Dalam hati saya “YES!!”
wkwkwk... Saya bilang, sebenarnya saya juga belum book
hotel dan menawarkan pada mereka apa mau untuk cari hotel bareng.
Dan mereka pun sepakat.
Hasil
riset di internet yang sudah saya lakukan
mengatakan kalau penginapan yang strategis ada di Bukit Bintang. Saya
lalu bertanya ke petugas stasiun bagaimana pergi ke Bukit Bintang
dari KL Sentral. Dia bilang, “naik saje monorail lewat sane”
(Huruf “a” dibelakang diganti “e”, CATET!!). Teman Korea saya
ini kebetulan belum punya uang ringgit, jadi mereka pakai uang saya
dulu nanti diganti katanya. Kami pun menginap di Paradiso bed &
breakfast. Saya merekomendasikan hostel itu kepada siapa saja yang
mencari tempat menginap di KL. Tempatnya nyaman, bersih, dan yang
paling penting ada tepat di pusat kota. Karena masih terlalu pagi
untuk check-in,
saya berencana untuk membeli tiket naik ke menara Petronas dulu.
Semua barang bawaan saya titipkan di hostel.
Jarak
menara Petronas dari Bukit Bintang hanya sekitar 1.5 km, sehingga
kami memutuskan untuk jalan kaki saja. Saya
sangat beruntung karena mendapat teman perjalanan yang tidak manja.
Hannah dan kakaknya tidak banyak mengeluh dan tidak banyak protes
walau harus jalan cukup jauh. Mereka menyerahkan semua keputusan
kepada saya mengenai perjalanan mereka selama di KL. GOOD!!! Selama
berjalan ke menara Petronas saya kembali “disiksa” dengan
celotehan Hannah yang tidak ada habisnya. Jujur dalam hati saya mau
bilang, “ngemeng mulu, luh! capek gw
dengernya”, wkwkwk... Walaupun saya
mau mati lemas kebanyakan dengerin
Hannah ngemeng, tapi
saya tidak tega untuk mengatakan demikian. Masalahnya saya termasuk
orang introvert yang hanya berbicara untuk hal-hal penting saja.
Jadi, jika harus terus menerus berbicara non-stop,
saya seakan kehabisan energi. Apalagi saat itu sedang puasa. Aus,
coy...
(H-nya diilangin biar mantep)
KL Monorail |
Saya
harus akui Hannah pintar memilih topik menarik untuk didiskusikan,
sehingga saya masih mau menanggapi obrolannya. Kakaknya, sih, diam
saja jalan di belakang. Saya hanya mengajaknya berbicara kalau
kebetulan ada sepenggal bahasa korea yang saya tahu, seperti “mashita
yo?” jika sedang makan. Karena
bahasa inggrisnya ancur
banget,hehe...
Hannah teman jalan yang asik. Cuma satu yang bikin saya agak
canggung. Hannah kalau jalan selalu mepet-mepet,
bahkan kadang terlalu dekat. Saya sudah berusaha jalan agak minggir,
eh, dia malah melipir mendekat
lagi. Lama-lama saya menyerah dan mempertahankan posisi jalan saya
daripada njeblos ke
got (-_-)a. Ya sudahlah, akhirnya kita berdua jalan sudah kayak orang
pacaran,haha... Bukan apa-apa, saat itu sedang bulan puasa jadi
moment-nya
agak kurang “pas” aja,wkwkwk...
Selain
itu, pembedaan rasial di KL cukup terasa. Maksudnya orang melayu
bergaul dengan orang melayu, orang india bergaul dengan orang india,
orang cina dengan orang cina. Jadi saat saya jalan dengan Hannah
berdua, banyak yang memperhatikan. Mungkin mereka heran
kenapa orang melayu seperti saya bisa jalan dengan orang cina
(kebanyakan mereka salah menyangka orang korea dengan orang cina).
Ibaratnya kalau di Indonesia tentu kita kadang suka memperhatikan
cewek
Indonesia yang sedang jalan dengan bule,
kan (tapi sekarang cewek Indonesia
jalan sama bule sudah
biasa). Begitulah yang terjadi dengan saya. Yang paling memperhatikan
kami, sih, kebanyakan orang-orang India. Kalau lagi masuk toko,
mereka suka tanya “kawanmu budak cine, kah?”. Saya bilang aja
“orang korea, bos”. Awalnya merasa kurang nyaman berasa artis
gitu diliatin, tapi saya berusaha membiasakan diri. Lagian
masa bodo,
lah... gw kagak kenal
mereka,
haha....
Kuala
Lumpur adalah kota yang tidak lebih bagus dari Jakarta. Hanya saja,
KL terkesan lebih mirip “kota” karena
penataannya yang artistik. Semua bangunan yang ada terlihat memenuhi
unsur estetika. Kalau di Jakarta, kan, ada lahan kosong sedikit aja
langsung dibangun rumah. Tidak peduli itu lahan serapan air, bantaran
sungai, atau lahan terbuka hijau. Siang dan Malam kami bertiga
berjalan mengelilingi KL tanpa henti. Kenapa kami memutuskan untuk
berjalan? karena dengan berjalan banyak sekali spot
menarik yang bisa kita temukan. Selain
itu, kita bisa lebih mengenal lebih dekat dengan masyarakat setempat
(ngemeng banget
padahal biar irit ongkos). Tidak terasa udah tiga hari saya, Hannah,
dan kakaknya menghabiskan waktu di KL. Kami pun berpisah, karena
mereka mau melanjutkan perjalanan ke Bali. Walaupun begitu, kami
berencana akan bertemu lagi di Singapura. Bye...
Bye... guys.
Yaah...
sendirian lagi? oh, tentu tidaaaak... Memang nasib saya lagi
beruntung atau apa, kebetulan ternyata teman saya sedang berada di
KL. Dan dia orang Korea... (Hmm... I
love Korean). Namanya Su. Dia mahasiswi
Busan yang sedang melakukan program internship
di KL. Pertama kali saya bertemu Su dua tahun lalu ketika dia belajar
bahasa Indonesia di Universitas Indonesia. Boleh dibilang, kami baru
kenalan. Bagaimana tidak, walaupun sudah dua tahun saling mengenal,
kalau dihitung-hitung saya dan Su saat itu baru bertemu tiga kali.
Tapi anehnya kita sudah seperti teman akrab saja. Buktinya ketika
saya meminta dia untuk menemani saya keliling KL, dia pun langsung
menyetujuinya. Dia bahkan rela ambil cuti 1 hari hanya untuk saya.
Oleh sebab itu, bagi saya dia adalah cewek
paling asiiiiiiiiiik sedunia. Jarang
saya bertemu cewek seperti
dia. Hal lain yang membuat saya kagum adalah kebaikan dia. Saya
merasa tidak enak hati ketika dia harus repot-repot cuti kerja dan
malah harus keluar uang menemani saya jalan-jalan. Makanya ketika
pulang saya berencana membelikan dia makan malam. Bukannya menerima,
dia malah membelikan saya coklat. Dia bilang “ini untuk adikmu”.
Oh, You are soooooooooo kind to me!
Padahal dia sebenarnya tidak perlu melakukan semua itu. Teman kampus
saya saja ketika saya minta untuk menemani jalan, boro-boro
membelikan coklat yang ada mereka minta
bayarin makan... Ckk..ckk...ckk... #semprul
Saya
dan Su akan mengunjungi salah satu tempat impian saya waktu kecil.
Rasanya tempat ini selalu menjadi rekomendasi para pelancong yang
berkunjung ke Malaysia. Tempat itu adalah Genting!! Dulu setiap TVRI
meliput tempat wisata Genting, dalam hati saya selalu berdoa agar
bisa mengunjungi tempat itu suatu hari kelak. Dan hari ini mimpi saya
TERWUJUD. Yipeee!! Yang membuat saya terpesona dengan Genting adalah
kereta gantungnya atau dalam bahasa inggris disebut sky
lift. Kereta gantung di Genting adalah
yang tepanjang di dunia. Sepanjang perjalanan, di bawah kita
terhampar hutan hujan Malaysia. Sky lift
berjalan lambat sehingga kita bisa
menikmati betul-betul pesona keindahan keanekaragaman hayati yang
sungguh memukau mata. Bahkan tak jarang kabut tipis menembus kabin
kereta gantung yang sedikit membuat kulit menggigil kalau tidak bawa
jaket. Setelah puas menikmati keindahan Genting, Saya dan Su kembali
ke Bukit Bintang menjelang senja. Untuk mengobati rasa lelah karena
wara-wiri tadi
siang, kami pun melewati malam dengan mengobrol sambil menyeruput
nikmatnya coklat dingin di Starbucks.
Malam itu sungguh terasa spesial. Perpaduan malam yang indah, tempat
nongkrong terbaik di jantung KL, bersama cewek korea yang lucu, cuma
ada satu kata untuk menggambarkannya: PERFECT!
Sungsil |
Sebenarnya
sangat disayangkan, karena saya tidak bisa menjelajahi wilayah
Malaysia lainnya. Backpacking kali ini cuma
berpusat di KL saja. Namun, untuk sebuah permulaan ini bukan
perjalanan yang tidak telalu buruk. Kalau ada kesempatan mengunjungi
Malaysia lagi, saya mau ke pulau Penang, Langkawi, dan pulau
Perhentian. Selama di Malaysia saya tidak banyak mengalami kendala
berarti. Saya bisa dengan mudah menemukan masjid untuk sholat,
walaupun jarak antar masjid “agak” jauh juga, hahaha.... Secara
garis besar saya merasa seperti di rumah sendiri. Cuma satu yang
bikin saya agak kesal. Di hostel ada salah satu staf yang agak
ngocol,
apalagi setelah tahu saya dari Indonesia. Setiap berbicara ke saya,
si Bobi ini (botak biadab) selalu teriak-teriak seperti berbicara
sama TKI. Beruntung sekarang di Malaysia, kalau dia ke Indonesia biar
gw ceburin
ke kali Ciliwung. Mampus
luh
Bobi...
Hari
ini tepat jam 10.00 waktu Malaysia saya sudah harus keluar hotel agar
bisa mengejar bis ke Singapura. Setelah mengambil uang deposit, saya
pun agak sedikit berlari menuju stasiun monorail. Saya turun di dekat
Berjaya Town Square, mall paling prestisius di KL. Oh, ya... selama
di KL hampir semua mall, pasar, dan masjid sudah saya kunjungi. Semua
tidak ada bedanya dengan di Jakarta. Semua alat transportasi juga
sudah saya coba bis, monorail, kereta, MRT. Nah, kalau yang ini
sungguh jauuuuuh berbeda, wkwkwk... Wah... bis yang akan membawa saya
ke Singapura sudah tiba. Sebentar lagi liburan di KL akan berakhir.
Saya salah satu orang Indonesia yang kurang suka dengan negara Jiran,
tapi jika harus membandingkan dan memilih antara KL dengan JKT. Hati
saya tak ragu untuk memilih KL yang lebih manusiawi. Jakarta harus
berusaha keras mengejar ketertinggalannya dari Bangkok dan Kuala
Lumpur. Tidak terasa, hampir 2/3 perjalanan backpacking sudah saya
lalui. Sekarang tinggal satu kota lagi... ups... maksudnya satu
negara lagi yaitu, Singapura. I am coming...
Twin Tower Petronas |
Suasana di Bukit Bintang |
Daratan Merdeka |
Batu Cave |
Berkabut |
Sky lift |
Mesjid Jamek |
At sky bridge Petronas |
Pasar Petaling |
Taman Kota yang indah |