Selasa, 30 Oktober 2012

Backpacking Part 6 (Malaysia)

Sky lift to Genting
Kereta dari Hat Yai melesat menembus perkebunan kelapa sawit menuju Kuala Lumpur. Hal yang menarik dari perjalanan HY – KL yang memakan waktu sekitar 10 jam ini adalah pergantian lokomotif saat kereta tiba di perbatasan Padang Besar. Sebagai informasi dari HY ke Padang Besar kereta ditarik oleh lokomotif tua milik SRT (perusahaan kereta Thailand), sedangkan setelah melewati border kereta ditrarik oleh lokomotif dari perusahaan kereta Malaysia. Kereta yang awalnya hanya dua gerbong kemudian digabungkan dengan gerbong lain yang lebih banyak di Padang Besar.

Ketika itu saya memesan tiket kelas 1 tanpa tempat tidur seharga 150 Bath sekitar 45 ribu. Harga yang cukup murah, bukan, untuk jarak sejauh Jakarta – Jogjakarta. Sebenarnya saya mau pesan yang dengan tempat tidur, tapi sayang tiketnya sudah habis terjual. Di sepanjang perjalanan kereta berhenti untuk mengangkut penumpang. Kereta pun bertambah padat. Saya tidak menyangka ternyata tingkah polah penumpang di sini sama seperti di Indonesia. Banyak penumpang yang duduk di sambungan gerbong, di depan pintu atau di samping toilet karena tidak mendapat tempat duduk. Mereka pun banyak yang merokok dan membuang sampah sembarangan. Wah ini sih, benar-benar gak ada bedanya atau jangan-jangan itu orang Indonesia semua, hahaha…

Setelah semalam saya shalat Tarawih di Hat Yai, Thailand sekarang saya akan menjalankan ibadah puasa hari pertama di Kuala Lumpur, Malaysia. Sungguh pengalaman baru yang menarik. Saya tak sabar ingin mengetahui bagaimana Malaysia menyambut bulan suci Ramadhan. Karena saya harus makan sahur, saya lalu pergi membeli makanan di gerbong makan. Saya agak kesulitan mencari kereta makan, karena ternyata di Padang Besar begitu banyak gerbong yang disambungkan pada dua gerbong sebelumnya dan letak kereta makan ada jauh di depan. Setelah lama berjalan akhirnya saya sampai di gerbong makan. Fiuh...

Saat kembali ke tempat duduk. Tiba-tiba cewek korea yang duduk di depan saya bertanya, “where you got that?”. Dilihat dari cara dia berbicara bahasa inggris, sepertinya dia pernah tinggal di LN. Karena biasanya orang Korea yang cuma belajar bahasa inggris di Korea pelafalannya kurang begitu bagus (sok tau bangett...). Saya bilang saja, ‘tuh, ada gerbong makan di depan’. Saya pikir dia mau beli makanan juga, ternyata cuma nanya basa-basi doang. Tebakan saya pasti dia pernah tinggal di Amrik atau negara barat. Yang saya tahu, orang korea asli agak tertutup, sedikit banyak kayak orang Indonesia lah, kalau gak ditegor duluan malas untuk berinteraksi dengan orang asing. Beda sekali dengan orang yang tinggal di Amrik atau di negara barat yang sangat ‘open’. Mereka itu pandai sekali membuka percakapan dan terlihat sangat natural. Mungkin ada pengaruh dari kultur di negaranya juga, kali ya.

Kesempatan mendapatkan teman mengobrol saya tidak sia-siakan, apalagi sama cewek Korea,hehe... Setelah berkenalan ternyata benar dugaan saya, dia pernah lama tinggal di Inggris (atau Kanada, ya? lupa). Namanya Hannah. Ketika itu dia sedang backpacking dengan kakaknya, tapi sayang kakaknya tidak bisa bahasa inggris. Jadi percakapan saya dengan kakaknya cuma cengar-cengir, doang. Saya lama mengobrol ngalor-ngidul sama Hannah sampai saya baru ingat kalau belum makan sahur. Lalu, saya bilang ke dia mengobrolnya dilanjutkan nanti saja karena saya harus makan sahur. Dilihat dari bahasa inggrisnya yang super duper fluently, tingkahnya yang tengil (hehe...), dan cara berakaiannya yang casual, Hannah lebih mirip orang barat daripada orang korea. Setiap hal kecil selalu bisa menjadi bahan diskusi yang menarik. Bahkan kadang saya yang kecapean sendiri menjawab setiap pertanyaannya.

Hannah dan Tae Young
Tak lama kereta sampai ke tujuan, yaitu stasiun KL Sentral. Ini adalah pusat (hub) transportasi Kuala Lumpur. KL Sentral terhubung dengan berbagai moda transportasi lain seperti: monorail, MRT, kereta, bis bandara KLIA, dll. Saya boleh katakan, kalau Indonesia mau belajar bagaimana mengatur sistem transportasi tidak usah jauh-jauh, cukup ke Malaysia saja. Malu, ya... Saat itu waktu menunjukkan pukul 06.00, tapi langit masih cukup gelap. Wajar saja, sebab di Malaysia lebih cepat 1 jam dari Indonesia walaupun waktu de facto-nya sama saja. Jadi, kalau boleh dibilang ini masih jam 5 pagi. Whooaaaa.... Akhirnya saya sampai juga di Malaysia. Perasaan saya waktu itu sangat tak terperikan (apa, sih, bahasanya...) haha... Untuk ukuran seorang backpacker pemula yang berhasil menempuh jarak ratusan kilometer dari Bangkok ke Kuala Lumpur adalah “sesuatu banget”.

Yang bikin “WOW”, ternyata Hannah dan kakaknya juga turun di KL Sentral. Dalam benak saya, wuih... asik dapet temen jalan lagi, hehe... Ketika itu mereka sudah turun duluan, karena saya harus kerepotan menurunkan banyak “perabotan”. Sejenak saya berpikir, “wah kayaknya nggak bakal ketemu mereka lagi, nih”. Namun, ternyata mereka masih celingak-celinguk nggak jelas di sekitar stasiun. Kemudian saya bertanya kepada mereka apa sudah book hotel. Lalu mereka menjawab “Not yet”. Dalam hati saya “YES!!” wkwkwk... Saya bilang, sebenarnya saya juga belum book hotel dan menawarkan pada mereka apa mau untuk cari hotel bareng. Dan mereka pun sepakat.

Hasil riset di internet yang sudah saya lakukan mengatakan kalau penginapan yang strategis ada di Bukit Bintang. Saya lalu bertanya ke petugas stasiun bagaimana pergi ke Bukit Bintang dari KL Sentral. Dia bilang, “naik saje monorail lewat sane” (Huruf “a” dibelakang diganti “e”, CATET!!). Teman Korea saya ini kebetulan belum punya uang ringgit, jadi mereka pakai uang saya dulu nanti diganti katanya. Kami pun menginap di Paradiso bed & breakfast. Saya merekomendasikan hostel itu kepada siapa saja yang mencari tempat menginap di KL. Tempatnya nyaman, bersih, dan yang paling penting ada tepat di pusat kota. Karena masih terlalu pagi untuk check-in, saya berencana untuk membeli tiket naik ke menara Petronas dulu. Semua barang bawaan saya titipkan di hostel.

Jarak menara Petronas dari Bukit Bintang hanya sekitar 1.5 km, sehingga kami memutuskan untuk jalan kaki saja. Saya sangat beruntung karena mendapat teman perjalanan yang tidak manja. Hannah dan kakaknya tidak banyak mengeluh dan tidak banyak protes walau harus jalan cukup jauh. Mereka menyerahkan semua keputusan kepada saya mengenai perjalanan mereka selama di KL. GOOD!!! Selama berjalan ke menara Petronas saya kembali “disiksa” dengan celotehan Hannah yang tidak ada habisnya. Jujur dalam hati saya mau bilang, “ngemeng mulu, luh! capek gw dengernya”, wkwkwk... Walaupun saya mau mati lemas kebanyakan dengerin Hannah ngemeng, tapi saya tidak tega untuk mengatakan demikian. Masalahnya saya termasuk orang introvert yang hanya berbicara untuk hal-hal penting saja. Jadi, jika harus terus menerus berbicara non-stop, saya seakan kehabisan energi. Apalagi saat itu sedang puasa. Aus, coy... (H-nya diilangin biar mantep)

KL Monorail
Saya harus akui Hannah pintar memilih topik menarik untuk didiskusikan, sehingga saya masih mau menanggapi obrolannya. Kakaknya, sih, diam saja jalan di belakang. Saya hanya mengajaknya berbicara kalau kebetulan ada sepenggal bahasa korea yang saya tahu, seperti “mashita yo?” jika sedang makan. Karena bahasa inggrisnya ancur banget,hehe... Hannah teman jalan yang asik. Cuma satu yang bikin saya agak canggung. Hannah kalau jalan selalu mepet-mepet, bahkan kadang terlalu dekat. Saya sudah berusaha jalan agak minggir, eh, dia malah melipir mendekat lagi. Lama-lama saya menyerah dan mempertahankan posisi jalan saya daripada njeblos ke got (-_-)a. Ya sudahlah, akhirnya kita berdua jalan sudah kayak orang pacaran,haha... Bukan apa-apa, saat itu sedang bulan puasa jadi moment-nya agak kurang “pas” aja,wkwkwk...

Selain itu, pembedaan rasial di KL cukup terasa. Maksudnya orang melayu bergaul dengan orang melayu, orang india bergaul dengan orang india, orang cina dengan orang cina. Jadi saat saya jalan dengan Hannah berdua, banyak yang memperhatikan. Mungkin mereka heran kenapa orang melayu seperti saya bisa jalan dengan orang cina (kebanyakan mereka salah menyangka orang korea dengan orang cina). Ibaratnya kalau di Indonesia tentu kita kadang suka memperhatikan cewek Indonesia yang sedang jalan dengan bule, kan (tapi sekarang cewek Indonesia jalan sama bule sudah biasa). Begitulah yang terjadi dengan saya. Yang paling memperhatikan kami, sih, kebanyakan orang-orang India. Kalau lagi masuk toko, mereka suka tanya “kawanmu budak cine, kah?”. Saya bilang aja “orang korea, bos”. Awalnya merasa kurang nyaman berasa artis gitu diliatin, tapi saya berusaha membiasakan diri. Lagian masa bodo, lah... gw kagak kenal mereka, haha....

Kuala Lumpur adalah kota yang tidak lebih bagus dari Jakarta. Hanya saja, KL terkesan lebih mirip “kota” karena penataannya yang artistik. Semua bangunan yang ada terlihat memenuhi unsur estetika. Kalau di Jakarta, kan, ada lahan kosong sedikit aja langsung dibangun rumah. Tidak peduli itu lahan serapan air, bantaran sungai, atau lahan terbuka hijau. Siang dan Malam kami bertiga berjalan mengelilingi KL tanpa henti. Kenapa kami memutuskan untuk berjalan? karena dengan berjalan banyak sekali spot menarik yang bisa kita temukan. Selain itu, kita bisa lebih mengenal lebih dekat dengan masyarakat setempat (ngemeng banget padahal biar irit ongkos). Tidak terasa udah tiga hari saya, Hannah, dan kakaknya menghabiskan waktu di KL. Kami pun berpisah, karena mereka mau melanjutkan perjalanan ke Bali. Walaupun begitu, kami berencana akan bertemu lagi di Singapura. Bye... Bye... guys.

Yaah... sendirian lagi? oh, tentu tidaaaak... Memang nasib saya lagi beruntung atau apa, kebetulan ternyata teman saya sedang berada di KL. Dan dia orang Korea... (Hmm... I love Korean). Namanya Su. Dia mahasiswi Busan yang sedang melakukan program internship di KL. Pertama kali saya bertemu Su dua tahun lalu ketika dia belajar bahasa Indonesia di Universitas Indonesia. Boleh dibilang, kami baru kenalan. Bagaimana tidak, walaupun sudah dua tahun saling mengenal, kalau dihitung-hitung saya dan Su saat itu baru bertemu tiga kali. Tapi anehnya kita sudah seperti teman akrab saja. Buktinya ketika saya meminta dia untuk menemani saya keliling KL, dia pun langsung menyetujuinya. Dia bahkan rela ambil cuti 1 hari hanya untuk saya. Oleh sebab itu, bagi saya dia adalah cewek paling asiiiiiiiiiik sedunia. Jarang saya bertemu cewek seperti dia. Hal lain yang membuat saya kagum adalah kebaikan dia. Saya merasa tidak enak hati ketika dia harus repot-repot cuti kerja dan malah harus keluar uang menemani saya jalan-jalan. Makanya ketika pulang saya berencana membelikan dia makan malam. Bukannya menerima, dia malah membelikan saya coklat. Dia bilang “ini untuk adikmu”. Oh, You are soooooooooo kind to me! Padahal dia sebenarnya tidak perlu melakukan semua itu. Teman kampus saya saja ketika saya minta untuk menemani jalan, boro-boro membelikan coklat yang ada mereka minta bayarin makan... Ckk..ckk...ckk... #semprul

Saya dan Su akan mengunjungi salah satu tempat impian saya waktu kecil. Rasanya tempat ini selalu menjadi rekomendasi para pelancong yang berkunjung ke Malaysia. Tempat itu adalah Genting!! Dulu setiap TVRI meliput tempat wisata Genting, dalam hati saya selalu berdoa agar bisa mengunjungi tempat itu suatu hari kelak. Dan hari ini mimpi saya TERWUJUD. Yipeee!! Yang membuat saya terpesona dengan Genting adalah kereta gantungnya atau dalam bahasa inggris disebut sky lift. Kereta gantung di Genting adalah yang tepanjang di dunia. Sepanjang perjalanan, di bawah kita terhampar hutan hujan Malaysia. Sky lift berjalan lambat sehingga kita bisa menikmati betul-betul pesona keindahan keanekaragaman hayati yang sungguh memukau mata. Bahkan tak jarang kabut tipis menembus kabin kereta gantung yang sedikit membuat kulit menggigil kalau tidak bawa jaket. Setelah puas menikmati keindahan Genting, Saya dan Su kembali ke Bukit Bintang menjelang senja. Untuk mengobati rasa lelah karena wara-wiri tadi siang, kami pun melewati malam dengan mengobrol sambil menyeruput nikmatnya coklat dingin di Starbucks. Malam itu sungguh terasa spesial. Perpaduan malam yang indah, tempat nongkrong terbaik di jantung KL, bersama cewek korea yang lucu, cuma ada satu kata untuk menggambarkannya: PERFECT! 
 
Sungsil
Sebenarnya sangat disayangkan, karena saya tidak bisa menjelajahi wilayah Malaysia lainnya. Backpacking kali ini cuma berpusat di KL saja. Namun, untuk sebuah permulaan ini bukan perjalanan yang tidak telalu buruk. Kalau ada kesempatan mengunjungi Malaysia lagi, saya mau ke pulau Penang, Langkawi, dan pulau Perhentian. Selama di Malaysia saya tidak banyak mengalami kendala berarti. Saya bisa dengan mudah menemukan masjid untuk sholat, walaupun jarak antar masjid “agak” jauh juga, hahaha.... Secara garis besar saya merasa seperti di rumah sendiri. Cuma satu yang bikin saya agak kesal. Di hostel ada salah satu staf yang agak ngocol, apalagi setelah tahu saya dari Indonesia. Setiap berbicara ke saya, si Bobi ini (botak biadab) selalu teriak-teriak seperti berbicara sama TKI. Beruntung sekarang di Malaysia, kalau dia ke Indonesia biar gw ceburin ke kali Ciliwung. Mampus luh Bobi...

Hari ini tepat jam 10.00 waktu Malaysia saya sudah harus keluar hotel agar bisa mengejar bis ke Singapura. Setelah mengambil uang deposit, saya pun agak sedikit berlari menuju stasiun monorail. Saya turun di dekat Berjaya Town Square, mall paling prestisius di KL. Oh, ya... selama di KL hampir semua mall, pasar, dan masjid sudah saya kunjungi. Semua tidak ada bedanya dengan di Jakarta. Semua alat transportasi juga sudah saya coba bis, monorail, kereta, MRT. Nah, kalau yang ini sungguh jauuuuuh berbeda, wkwkwk... Wah... bis yang akan membawa saya ke Singapura sudah tiba. Sebentar lagi liburan di KL akan berakhir. Saya salah satu orang Indonesia yang kurang suka dengan negara Jiran, tapi jika harus membandingkan dan memilih antara KL dengan JKT. Hati saya tak ragu untuk memilih KL yang lebih manusiawi. Jakarta harus berusaha keras mengejar ketertinggalannya dari Bangkok dan Kuala Lumpur. Tidak terasa, hampir 2/3 perjalanan backpacking sudah saya lalui. Sekarang tinggal satu kota lagi... ups... maksudnya satu negara lagi yaitu, Singapura. I am coming...

Twin Tower Petronas

Suasana di Bukit Bintang

Daratan Merdeka

Batu Cave

Berkabut

Sky lift

Mesjid Jamek

At sky bridge Petronas

Pasar Petaling

Taman Kota yang indah